JAKARTA – Negara merupakan entitas yang memiliki kewenangan untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Namun, kekuasaan negara tidak serta-merta diterima begitu saja tanpa adanya justifikasi atau pembenaran. Dalam ilmu hukum, terdapat berbagai teori yang mencoba menjelaskan legitimasi negara dalam menjalankan kekuasaannya, yang dikenal sebagai teori pembenaran negara (justification of the state).
Teori pembenaran negara berusaha menjawab pertanyaan mendasar: Mengapa negara memiliki hak untuk memerintah dan mengatur kehidupan individu? Dari perspektif hukum, justifikasi ini berkaitan erat dengan legitimasi hukum, keabsahan norma, serta kewenangan negara dalam menerapkan aturan. Opini ini akan membahas berbagai teori pembenaran negara dan bagaimana perspektif hukum menempatkan negara dalam konteks kekuasaan yang sa
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Teori Pembenaran Negara
Dalam filsafat politik dan hukum, terdapat berbagai teori yang mencoba memberikan dasar bagi eksistensi dan kewenangan negara. Beberapa teori utama yang relevan adalah teori kontrak sosial, teori hukum alam, teori positivisme hukum, dan teori marxisme.
1. Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial merupakan salah satu dasar utama pembenaran negara. Para pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau memberikan pandangan yang berbeda terkait kontrak sosial, tetapi mereka sepakat bahwa negara mendapatkan legitimasi melalui kesepakatan antara individu untuk membentuk pemerintahan guna menjaga ketertiban dan keadilan.
• Hobbes berpendapat bahwa tanpa negara, manusia akan hidup dalam keadaan anarkis yang penuh dengan konflik. Oleh karena itu, individu menyerahkan sebagian haknya kepada penguasa demi keamanan dan stabilitas. Dalam perspektif hukum, ini berarti hukum harus bersumber dari penguasa yang memiliki otoritas absolut.
• Locke memiliki pandangan yang lebih moderat. Ia berpendapat bahwa negara harus melindungi hak-hak alami individu (hak hidup, kebebasan, dan properti). Jika negara gagal melakukannya, rakyat berhak untuk mengganti pemerintahan. Dalam konteks hukum, ini mencerminkan prinsip negara hukum yang menjunjung hak asasi manusia.
• Rousseau menekankan bahwa negara harus mencerminkan kehendak umum (volonté générale). Jika hukum yang dibuat negara tidak mencerminkan kehendak rakyat, maka hukum tersebut tidak sah.
Dari sudut pandang hukum, teori kontrak sosial memberikan dasar bagi konsep hukum publik, di mana hukum merupakan kesepakatan bersama yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Konstitusi dan peraturan perundang-undangan menjadi manifestasi dari kontrak sosial ini.
2. Teori Hukum Alam
Teori hukum alam menyatakan bahwa hukum yang berlaku harus selaras dengan prinsip-prinsip moral universal. Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius adalah beberapa pemikir yang mengembangkan teori ini.
Dalam teori ini, negara dibenarkan jika hukum yang diterapkannya sesuai dengan prinsip keadilan yang bersifat universal. Misalnya, hukum yang melanggar hak asasi manusia dianggap tidak sah karena bertentangan dengan hukum alam. Perspektif hukum modern banyak dipengaruhi oleh teori ini, terutama dalam pengembangan prinsip-prinsip keadilan dalam hukum internasional dan hak asasi manusia.
3. Teori Positivisme Hukum
Berbeda dengan teori hukum alam, positivisme hukum (yang dikembangkan oleh John Austin dan Hans Kelsen) berpendapat bahwa hukum tidak perlu dikaitkan dengan moralitas. Negara memiliki kewenangan untuk menciptakan hukum karena memiliki kekuasaan yang sah, dan hukum harus ditaati karena merupakan produk dari sistem hukum yang diakui.
Hans Kelsen, misalnya, mengembangkan teori “Grundnorm” atau norma dasar yang menjadi legitimasi utama hukum dalam suatu negara. Dalam pandangan ini, pembenaran negara berasal dari struktur hukum yang hierarkis, di mana konstitusi menjadi norma tertinggi yang memberikan legitimasi kepada hukum-hukum lainnya.
Dari sudut pandang hukum, positivisme hukum menjadi dasar bagi negara hukum formal, di mana keabsahan suatu aturan ditentukan berdasarkan prosedur yang sah, bukan pada substansi moralnya.
4. Teori Marxisme
Karl Marx dan Friedrich Engels menganggap negara sebagai alat bagi kelas penguasa untuk mempertahankan kepentingannya. Dalam perspektif ini, hukum bukanlah alat keadilan yang netral, melainkan sarana bagi kelas dominan untuk mempertahankan kekuasaannya atas kelas yang tertindas.
Dari sudut pandang hukum, teori Marxisme menantang konsep hukum sebagai instrumen netral dan menyoroti bagaimana hukum sering kali mencerminkan kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat. Konsep ini memengaruhi pemikiran kritis dalam ilmu hukum, seperti teori hukum kritis (critical legal studies), yang menyoroti bias dalam sistem hukum dan perlunya perubahan struktural.
Implikasi Teori Pembenaran Negara dalam Hukum Modern
Dalam praktiknya, berbagai teori pembenaran negara memengaruhi sistem hukum di berbagai negara. Negara demokratis cenderung mengadopsi prinsip kontrak sosial dan hukum alam, sementara sistem otoriter sering kali berpegang pada positivisme hukum yang menekankan ketaatan terhadap hukum yang dibuat oleh negara, tanpa mempertimbangkan aspek moralitasnya.
Beberapa implikasi dari teori pembenaran negara dalam hukum modern meliputi:
1. Legitimasi Konstitusi
Konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara merupakan wujud konkret dari teori kontrak sosial. Konstitusi menetapkan batasan bagi kekuasaan negara dan menjamin hak-hak individu.
2. Prinsip Negara Hukum (Rule of Law)
Prinsip negara hukum mengharuskan negara untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Ini mencerminkan pemikiran Locke dan Rousseau yang menekankan bahwa negara harus mematuhi aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat.
3. Hak Asasi Manusia
Teori hukum alam banyak memengaruhi hukum hak asasi manusia. Banyak perjanjian internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan yang bersifat universal.
4. Kritik terhadap Hukum yang Tidak Adil
Marxisme dan teori hukum kritis mengingatkan bahwa hukum tidak selalu netral. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengawasan terhadap kebijakan hukum agar tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Kesimpulan
Teori pembenaran negara memberikan landasan bagi legitimasi hukum dan kekuasaan negara. Dari sudut pandang hukum, teori-teori ini berperan penting dalam membentuk sistem hukum yang ada saat ini, baik dalam aspek konstitusi, hak asasi manusia, maupun prinsip negara hukum.
Dalam negara demokratis, pembenaran negara harus berakar pada kontrak sosial yang menjamin kebebasan dan keadilan bagi warga negara. Di sisi lain, tantangan dalam menerapkan hukum yang adil tetap ada, terutama dalam konteks ketimpangan sosial dan politik. Oleh karena itu, pemahaman yang kritis terhadap teori-teori ini tetap diperlukan agar hukum tidak hanya menjadi alat kekuasaan, tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Oleh fikriansyah mahasiswa fakultas hukum universitas Nahdlatul ulama Indonesia.
Nim : 24200007