JAKARTA — Di ruang kerja yang sederhana di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, KH As’ad Said Ali menyambut kami dengan senyum ramah. Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu masih terlihat bersemangat ketika diminta memberi pandangan soal dinamika politik mutakhir. Meski tak lagi berada di lingkaran kekuasaan, analisanya tetap ditunggu, terutama karena sikapnya yang tenang dan tajam.
Isu yang mengemuka kali ini adalah rencana pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
“Yang paling penting dari pertemuan itu adalah stabilitas,” ujar As’ad dengan nada datar namun penuh penekanan, Selasa (20/8/2025). Menurutnya, dukungan partai sebesar PDI Perjuangan akan memberi ruang gerak lebih luas bagi pemerintahan yang baru berjalan beberapa bulan.
Dengan sokongan itu, lanjut As’ad, Prabowo bisa lebih leluasa melaksanakan program-program strategis tanpa terhambat riak politik. “Kalau komunikasi ini berjalan baik, rakyat juga akan merasakan manfaatnya. Kebijakan tidak lagi tersandera oleh tarik-menarik kepentingan,” katanya.
As’ad menilai, silaturahmi politik semacam itu bukan hal baru dalam tradisi politik Indonesia. Rivalitas memang kerap terjadi, tetapi pada saat yang sama rekonsiliasi juga kerap menjadi jalan untuk menjaga keseimbangan.
“Pertemuan itu bisa menjadi simbol, bahwa kepentingan bangsa lebih besar daripada kepentingan kelompok,” ujarnya.
As’ad menambahkan, publik kini menunggu konsistensi pemerintah dalam menjaga koalisi yang sehat. Yang ditunggu masyarakat, kata dia, bukan lagi pertarungan politik, melainkan hasil nyata berupa stabilitas ekonomi, kepastian hukum, dan peningkatan kesejahteraan.
Wawancara sore itu ditutup dengan keheningan sejenak. Namun pesan KH As’ad masih terngiang: stabilitas adalah harga mahal dalam politik, dan pertemuan dua tokoh besar bangsa bisa menjadi kuncinya.