JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi impor gula yang menyeret Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM), Ali Sanjaya, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025). Agenda sidang kali ini berfokus pada penyampaian pleidoi atau nota pembelaan dari pihak terdakwa.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Tipikor tersebut, kuasa hukum terdakwa, Sabar M. Simamora, S.H., M.H., dengan tegas menyatakan bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ia menilai bahwa seluruh dakwaan terhadap kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan fakta persidangan serta keterangan para ahli.
“Kami menolak seluruh isi surat tuntutan karena berdasarkan fakta persidangan, para ahli menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh klien kami. Jaksa menuding kerja sama antara PT Kebun Tebu Mas, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Charles Sitorus sebagai tindakan yang melanggar aturan. Padahal, kerja sama tersebut sah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujar Sabar usai persidangan.
Sabar menjelaskan, tudingan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 tidak relevan, sebab penugasan impor yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu bersifat penugasan khusus (bukan reguler). Dengan demikian, menurutnya, rekomendasi persetujuan impor tidak diperlukan, berbeda dengan mekanisme impor reguler.
Lebih lanjut, Sabar mengungkapkan bahwa impor gula pada periode 2015–2016 dilakukan berdasarkan hasil rapat koordinasi antar-kementerian (Rakor Tas) yang sudah disepakati oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Dokumen rapat koordinasi itu ada dan sah. Bahkan terdapat sedikitnya tiga rapat penting pada 28 Desember 2015, 29 April 2016, dan 9 Juni 2016 yang menegaskan bahwa Indonesia mengalami defisit gula dan perlu melakukan impor,” ujarnya menegaskan.
Menanggapi tuduhan jaksa bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai BUMN tidak boleh bekerja sama dengan pihak swasta seperti PT Kebun Tebu Mas, Sabar menegaskan hal itu tidak benar secara hukum.
Ia merujuk pada Pasal 5 Ayat 8 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015, yang secara eksplisit memperbolehkan BUMN bekerja sama dengan badan usaha lain, termasuk perusahaan swasta, dalam rangka pelaksanaan penugasan pemerintah.
“Jadi, kolaborasi antara PPI dan KTM itu sah dan legal, bukan bentuk penyimpangan,” tegasnya.
Kuasa hukum juga menyoroti dasar tuntutan jaksa terkait kerugian negara yang bersumber dari laporan hasil audit BPKP tertanggal 20 Januari 2025. Menurut Sabar, laporan tersebut tidak dapat dijadikan dasar yang valid karena mengandung asumsi dan tidak mencerminkan kerugian nyata serta pasti.
Hal ini diperkuat oleh keterangan ahli keuangan, Dr. Dian Simatupang, yang dihadirkan oleh tim pembela.
“Ahli menjelaskan bahwa kerugian negara harus bersifat nyata dan pasti, bukan hasil perhitungan asumtif. Dalam laporan BPKP, ada kekeliruan dalam menetapkan jenis barang dan nilai PDRI serta bea masuk. Barang yang disebut sebagai Gula Kristal Putih (GKP) seharusnya adalah Gula Kristal Mentah (GKM),” papar Sabar.
Selain itu, BPKP juga dianggap keliru dalam menghitung selisih harga jual gula antara PPI dan KTM. Jaksa menilai harga jual seharusnya mengikuti Harga Patokan Petani (HPP). Namun, menurut pembela, praktik perdagangan gula di Indonesia menggunakan harga lelang sebagai acuan transaksi, bukan HPP.
“HPP saat itu Rp9.100 per kilogram, sedangkan harga jual KTM Rp10.091 per kilogram, di atas HPP dan masih di bawah harga lelang yang mencapai Rp12.500. Jadi, tidak ada kerugian di situ,” jelas Sabar.
Ia menambahkan, perhitungan BPKP juga tidak valid karena data yang diterima tidak lengkap, lantaran tidak seluruh dokumen pendukung diserahkan oleh Kejaksaan Agung.
“Karena data tidak lengkap, analisis BPKP menjadi parsial dan tidak menggambarkan kondisi sebenarnya,” imbuhnya.
Menutup pembelaannya, Sabar menegaskan bahwa tidak terdapat unsur melawan hukum maupun kerugian negara sebagaimana didakwakan oleh jaksa. Ia meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari seluruh dakwaan.
“Semua bukti menunjukkan bahwa impor gula yang dilakukan PT Kebun Tebu Mas adalah bagian dari penugasan resmi pemerintah dalam rangka menstabilkan pasokan gula nasional. Klien kami menjalankan perintah negara, bukan mencari keuntungan pribadi,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum, sebelum akhirnya majelis hakim menjadwalkan sidang putusan.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin