JAKARTA – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi ekspor dan impor minyak mentah Pertamina Perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
Diantara 4 terdakwa, sidang menghadirkan terdakwa Sani Dinar Saifuddin, selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), anak usaha PT Pertamina (Persero).
Kuasa hukum terdakwa, Dion Pongkor, S.H., usai persidangan menyampaikan bahwa kliennya bekerja berdasarkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas sesuai peraturan internal Pertamina.
Menurutnya, tuduhan yang diarahkan terhadap Sani Dinar Saifuddin merupakan bentuk perbedaan penafsiran antara pihaknya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pelaksanaan prosedur hukum dan tata kelola operasional di tubuh Pertamina.
“Kalau menurut Pak Sani, pekerjaan yang dilakukan itu semuanya berdasarkan dasar dan tupoksi yang sudah diatur. Beliau tidak mendapatkan kickback, tidak menerima uang secara tidak halal, dan tidak menikmati hasil korupsi. Jadi, ini soal perbedaan pemahaman antara kami dengan JPU,” ujar Dion kepada wartawan.
Dion menegaskan, seluruh proses kegiatan operasional yang dilakukan kliennya sudah sesuai prosedur dan pedoman kerja organisasi.
Ia menyebut tudingan JPU mengenai dugaan penghindaran mekanisme lelang terbuka serta adanya selisih nilai (markup) transaksi hingga 3 juta hingga 5 juta dolar AS merupakan hal yang akan diuji di persidangan.
“Kami tidak mengelak. Semua itu sudah sesuai prosedur dan tata kerja. Kalau JPU menilai sebaliknya, maka ujungnya ada di pembuktian di pengadilan,” tegasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Setyawan menegaskan bahwa pihaknya menghormati hak terdakwa dan kuasa hukum untuk menyampaikan tanggapan.
Namun, JPU berkeyakinan memiliki bukti kuat terkait adanya perbuatan melawan hukum dalam proses ekspor dan impor minyak mentah Pertamina yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.
“Itu kan hak terdakwa untuk membantah dakwaan. Tapi nanti akan kita buktikan di persidangan. Fakta-fakta hukum yang sudah kita bacakan menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum, termasuk ekspor dan impor minyak mentah yang tidak sesuai ketentuan serta dugaan penghapalan yang merugikan negara,” jelas Andi.
Berdasarkan hasil audit dan perhitungan sementara yang disampaikan JPU, total kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp285 triliun, yang terdiri atas:
• Kerugian keuangan negara: sekitar Rp70 triliun
• Kerugian perekonomian negara: sekitar Rp171 triliun
• Kerugian dari transaksi ilegal (illegal gains): sebesar US$2,6 juta
Andi menambahkan, perkara ini mencakup beberapa kluster dengan total sembilan terdakwa, yang sebagian persidangannya dilakukan secara terpisah.
“Untuk sidang hari ini, ada empat terdakwa. Sementara lima lainnya dengan inisial KA, HP, dan JKA dan lainnya akan disidangkan dalam berkas berbeda,” ungkapnya.
JPU memastikan proses pembuktian akan terus berjalan sesuai jadwal sidang berikutnya, termasuk menghadirkan saksi-saksi dari internal Pertamina serta pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pengambilan keputusan terkait transaksi ekspor-impor minyak mentah tersebut.
Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa, sebelum majelis hakim menentukan apakah perkara ini akan dilanjutkan ke tahap pembuktian atau tidak.
Penulis: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin