JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan terdakwa Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
Dalam sidang yang menghadirkan seorang ahli yang ditugaskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), muncul sejumlah perdebatan antara pihak penuntut dan tim penasihat hukum terdakwa terkait ruang lingkup keahlian dan kapasitas keterangan yang disampaikan oleh ahli tersebut.
Kuasa hukum Newin Nugroho, Adi Faridman, SH, seusai persidangan, menyampaikan kepada awak media bahwa keterangan ahli yang dihadirkan belum sepenuhnya mampu menjelaskan secara menyeluruh arah aliran dana dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor tersebut.
“Tadi kita ketahui, ahli menjelaskan aliran dana hanya sebatas dari LPEI ke Petro Energy, lalu berhenti di situ. Tidak dijelaskan secara rinci ke mana dana itu kemudian mengalir. Jadi banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab karena memang bukan kapasitasnya,” ujar Adi Faridman.
Menurutnya, ahli tersebut bekerja berdasarkan surat tugas dari KPK, sehingga penjelasannya terbatas hanya pada aspek teknis pelacakan aliran dana, bukan untuk menentukan siapa yang bersalah atau bertanggung jawab dalam perkara ini.
“Dia hanya menjelaskan sesuai dengan keilmuannya dan tugas dari KPK. Jadi kalau ditanya soal siapa yang salah, siapa yang menikmati hasil, itu bukan ranahnya. Dia hanya menelusuri dana berdasarkan data yang ada,” tambah Adi.
Adi juga menyebutkan bahwa dari hasil pelacakan yang dilakukan oleh ahli, sebagian dana diketahui mengalir ke sejumlah perusahaan yang diduga terafiliasi dengan pihak lain di luar Petro Energy. Namun, lanjutnya, ahli tidak memberikan penjelasan detail mengenai keterkaitan antar perusahaan tersebut.
“Dari hasil tracking tadi, ada aliran ke beberapa perusahaan lain, tapi ahli tidak memastikan siapa pemilik sebenarnya atau keterkaitan langsungnya. Dia juga menyebut ada perusahaan yang disebut milik keluarga pihak lain, tapi itu pun tidak dijelaskan secara mendalam,” jelasnya.
Terkait posisi kliennya, Adi menegaskan bahwa Newin Nugroho sama sekali tidak menikmati hasil dari dana yang menjadi pokok perkara. Menurutnya, segala keputusan terkait pembiayaan berasal dari arahan dan perintah komisaris perusahaan, bukan inisiatif pribadi terdakwa.
“Klien saya hanya menjalankan perintah dari atasannya. Kalau komisaris memutuskan langkah pendanaan ke LPEI, ya dia jalankan. Tapi kalau bicara motif pribadi, tidak ada. Tidak ada keuntungan pribadi yang diterima,” kata Adi.
Bahkan, lanjutnya, Newin sempat menyarankan agar perusahaan tidak kembali mengajukan pembiayaan ke LPEI, mengingat beban utang perusahaan yang sudah cukup besar kepada sejumlah bank, termasuk DBS dan Bank Mandiri.
“Sebenarnya beliau sempat keberatan waktu diminta mencari dana ke LPEI, karena merasa beban utang perusahaan sudah berat. Tapi karena itu keputusan manajemen dan komisaris, akhirnya tetap dijalankan,” ungkap Adi.
Dalam persidangan selanjutnya yang dijadwalkan Jumat (17/10/2025) mendatang, majelis hakim akan kembali menghadirkan saksi ahli tambahan.
Berdasarkan informasi yang diterima tim penasihat hukum, setidaknya akan ada tiga ahli yang dihadirkan, masing-masing dari bidang hukum, ekonomi negara, dan auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Adi menyatakan bahwa pihaknya akan menunggu keterangan para ahli berikutnya untuk melihat sejauh mana keterkaitan kliennya dengan dugaan penyimpangan dana tersebut.
“Kami ingin melihat dulu arah keterangan ahli-ahli berikutnya. Harapan kami, fakta di persidangan nanti bisa menunjukkan bahwa aliran dana itu tidak ada hubungannya dengan klien kami,” tutup Adi Faridman.
Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam pembiayaan ekspor oleh LPEI kepada PT Petro Energy yang diduga menyebabkan kerugian keuangan negara.
KPK menduga ada penyalahgunaan fasilitas pembiayaan yang tidak sesuai peruntukannya. Hingga kini, sidang masih bergulir dengan agenda pemeriksaan ahli.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan lembaga pembiayaan milik negara dan sejumlah perusahaan swasta penerima fasilitas ekspor.
Pengadilan Tipikor diharapkan mampu mengungkap secara terang benderang pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin