SIDOARJO – Jumlah korban jiwa akibat robohnya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo bertambah menjadi enam orang. Tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi dua jenazah tambahan dari bawah reruntuhan pada Rabu (1/10), setelah sebelumnya empat korban lebih dahulu ditemukan dalam kondisi meninggal.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI M. Syafeii, menegaskan pihaknya belum dapat memastikan jumlah korban yang masih tertimbun. “Angka 91 orang itu saya tidak bisa pastikan. Data masih terus diverifikasi karena simpang siur,” ujarnya di lokasi kejadian.
Proses pencarian kini memasuki hari ketiga sejak bangunan tiga lantai pondok ambruk pada Senin (29/9) sore. Tim SAR berpacu dengan waktu, mengingat ada periode krusial penyelamatan korban atau golden time 72 jam.
“Begitu kita sudah bisa menyentuh korban, kita bisa suplai air, vitamin, bahkan infus agar mereka bertahan lebih lama,” jelas Syafeii.
Emi Freezer, Kasubdit Pengarahan dan Pengendalian Operasi Basarnas, menambahkan tim penyelamat berupaya mengirim makanan dan minuman melalui celah pilar bangunan. “Kami sedang membuat tunnel (terowongan) kecil di bawah struktur runtuhan. Namun penggunaan alat berat belum bisa dilakukan karena berisiko memicu pergeseran total, ibarat jaring laba-laba, sedikit getaran bisa menjalar ke seluruh struktur,” jelasnya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut jumlah korban luka berat mencapai 22–23 orang, sementara korban luka ringan 75 orang. “Semua korban luka sudah ditangani di rumah sakit,” kata Saifullah.
Para korban dirawat di RSUD Sidoarjo, RSI Siti Hajar, dan RS Delta Surya. Namun sejumlah keluarga korban mengeluhkan minimnya informasi resmi dari pihak pondok. “Kami butuh data yang lebih transparan. Sampai sekarang komunikasi dari ponpes ke keluarga sangat kurang,” ungkap Islamiyah, warga Bangkalan yang menunggu kabar keluarganya.
Menurut laporan BNPB, insiden terjadi ketika proses pengecoran lantai tiga. Tiang pondasi diduga tidak kuat menahan beban cor semen yang dituangkan sekaligus hingga penuh, menyebabkan keruntuhan dari lantai atas hingga ke dasar.
Seorang santri penyintas, Muhammad Rijalul Qoib (13), menuturkan detik-detik bangunan ambruk. “Awalnya truk ngecor langsung full, enggak setengah dulu. Tiba-tiba suara runtuhan makin keras, lalu bangunan ambruk. Saat itu banyak santri lagi salat Asar di lantai bawah,” ucapnya.
Pakar teknik sipil ITS Surabaya, Mudji Irmawan, menilai konstruksi ponpes runtuh karena kualitas struktur tidak memenuhi standar. “Hubungan kolom dan balok tidak sempurna. Penambahan lantai tiga membuat beban makin besar dan tidak mampu ditopang. Akhirnya kolaps,” katanya.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan peristiwa ini menjadi pelajaran penting agar pembangunan pesantren lebih diawasi. “Jangan lagi ada pembangunan ponpes tanpa standar. Ke depan, semua harus sesuai aturan teknis pemerintah,” tegasnya.
Ia juga menanggapi laporan yang menyebut santri ikut dilibatkan dalam pekerjaan pengecoran. “Saya belum tahu soal itu. Tapi memang di beberapa ponpes ada praktik serupa. Insya Allah ke depan kita buat aturan lebih ketat,” kata Nasaruddin.
BNPB mencatat 102 orang sudah berhasil dievakuasi, sementara 38 lainnya masih diduga terjebak dalam reruntuhan. Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, meminta masyarakat memahami adanya perbedaan data di lapangan. “Pada saat-saat awal bencana, di manapun pasti ada kesimpangsiuran data. Kami terus melakukan pendataan secara detail,” jelasnya.
Kepala SAR Surabaya, Nanang Sigit, mengungkapkan petugas masih bisa berkomunikasi dengan salah satu korban di dalam reruntuhan. “Kami suplai oksigen, makanan, dan air. Artinya, kemungkinan masih ada korban hidup,” ujarnya optimistis.
Di tengah upaya penyelamatan, keluarga santri korban runtuhan hanya bisa berharap. “Harapan saya anak bisa segera dievakuasi dalam keadaan selamat,” kata Safiuddin, ayah dari Reyhan Jamil (14), salah satu santri yang belum ditemukan.
Hingga Rabu malam, operasi pencarian masih terus dilakukan. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, BNPB, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat setempat, bekerja siang dan malam demi menyelamatkan korban yang masih tertimbun di bawah puing bangunan Ponpes Al Khoziny.
(*/Fahmy)




































