JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Sidang ini menghadirkan berbagai pihak, termasuk tim kuasa hukum terdakwa mantan Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi, yang menjabat pada periode 2017–2024.
Ketua Tim Hukum, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., melalui salah satu anggota timnya, Gunadi, S.H., menjelaskan kepada awak media bahwa langkah akuisisi yang dilakukan oleh ASDP merupakan bagian dari strategi korporasi untuk memperkuat bisnis dan meningkatkan layanan kepada masyarakat.
“Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi itu bukan tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu meningkatkan pertumbuhan usaha, profit, serta layanan kepada masyarakat,” ujar Gunadi.
Ia menegaskan, seluruh langkah korporasi yang dilakukan ASDP, baik kerja sama usaha maupun akuisisi, didasarkan pada landasan hukum, tata kelola perusahaan yang baik (GCG), serta mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang disusun setiap tahun.
Menurutnya, seluruh proses akuisisi telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perseroan Terbatas, anggaran dasar perusahaan, serta aturan teknis yang mengatur aksi korporasi BUMN.
“Kami memastikan semua tahapan dijalankan sesuai prosedur. Ada surat tugas persetujuan prinsip (STPP), ada rencana kerja, dan menggunakan konsultan berizin resmi di bidangnya, mulai dari penilaian teknis kapal, harga, saham, hingga aspek keuangan. Semua rekomendasi konsultan itu kemudian dijadikan dasar untuk negosiasi dengan pihak PT Jembatan Nusantara,” jelasnya.
Gunadi juga membantah tudingan bahwa akuisisi tersebut menimbulkan kerugian negara. Ia menuturkan, ASDP tidak mengeluarkan dana sepeser pun dalam proses akuisisi tersebut, melainkan justru telah memperoleh keuntungan sekitar Rp11 miliar dalam dua periode terakhir sejak kerja sama dilakukan.
“Karena ini sifatnya investasi, hasilnya tentu tidak langsung terlihat. Proyeksi pengembalian keuntungan baru akan optimal pada tahun 2027. Jadi menilai akuisisi sekarang belum tepat, karena manfaat finansialnya bersifat jangka panjang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gunadi menjelaskan, keputusan untuk mengakuisisi PT Jembatan Nusantara didasari pertimbangan strategis.
Saat itu, pihak pemilik JN berniat melepas sahamnya karena faktor usia dan kondisi keluarga. Proses tersebut, kata dia, tidak bisa dilakukan melalui mekanisme tender terbuka, karena hanya perusahaan itu satu-satunya yang memiliki aset dan izin operasional di rute yang diinginkan ASDP.
Selain aspek bisnis, ia menilai akuisisi tersebut juga membawa dampak sosial yang signifikan. Dengan bergabungnya JN ke dalam ASDP, lintasan-lintasan yang sebelumnya bersifat komersial dapat membantu subsidi untuk rute perintis, yakni jalur penyeberangan yang melayani wilayah terpencil namun tidak menguntungkan secara ekonomi.
“Selama ini subsidi dari pemerintah untuk lintasan perintis sangat minim. Setelah akuisisi JN, pendapatan dari lintasan komersial meningkat dan bisa menopang pelayanan publik di wilayah perintis. Ini bukti bahwa langkah korporasi ini tidak hanya menguntungkan perusahaan, tapi juga masyarakat,” tegasnya.
Gunadi menambahkan, pihaknya berharap majelis hakim dapat menilai perkara ini secara objektif dan mempertimbangkan fakta-fakta hukum serta aspek manfaat ekonomi dan sosial dari kebijakan yang diambil oleh manajemen ASDP.
“Kami percaya majelis akan melihat bahwa semua dilakukan dengan itikad baik, sesuai regulasi, dan untuk kepentingan korporasi serta masyarakat luas,” pungkasnya.
Sidang ini merupakan bagian dari rangkaian proses hukum yang menyoroti akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut tata kelola bisnis BUMN dan praktik transparansi dalam aksi korporasi strategis.
Sidang selanjutnya dijadwalkan menghadirkan saksi ahli di bidang keuangan dan hukum korporasi untuk memperjelas aspek legal dan bisnis dari akuisisi tersebut.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin