JAKARTA – Aroma busuk prostitusi berkedok spa kembali menyeruak di ibu kota. Di balik gemerlap pusat perbelanjaan ITC Roxy Mas, tepatnya di Ruko Blok D5, Cideng, Jakarta Pusat, berdiri Luxses Executive Spa tempat yang seharusnya menawarkan relaksasi, namun diduga kuat menjadi sarang praktik prostitusi terselubung.
Investigasi lapangan mengungkap fakta mencengangkan. Melalui jalur komunikasi langsung, admin spa ini terang-terangan menawarkan terapis berbalut pakaian seksi. Tak berhenti di situ, fasilitas alat kontrasepsi bahkan disiapkan sebagai bagian dari “layanan tambahan” yang disamarkan dengan kode istilah yang sudah lazim digunakan dalam praktik prostitusi modern.
“Banyak anak-anak muda ke situ, Bang. Kalau ada duit, bisa macam-macam. Ceweknya cantik-cantik,” ungkap seorang juru parkir yang akrab dengan aktivitas pengunjung lokasi tersebut.
Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran izin usaha, melainkan indikasi adanya praktik prostitusi yang secara jelas melanggar Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya Pasal 42 yang menegaskan larangan prostitusi di tempat hiburan. Lebih jauh, Pergub Nomor 18 Tahun 2018 dengan tegas membatasi spa hanya untuk kegiatan kesehatan dan relaksasi, tanpa ruang bagi praktik cabul.
Hingga kini, pihak manajemen Luxses Executive bungkam. Namun diamnya pengelola bukan berarti persoalan bisa dibiarkan. Masyarakat menuntut tindakan tegas dari Pemprov DKI dan aparat penegak hukum. Bukan hanya pencabutan izin usaha, melainkan juga pengusutan potensi jaringan prostitusi dan praktik perdagangan manusia yang mungkin mengintai di baliknya.
Pertanyaan besar pun menggantung: Apakah aparat berani menutup praktik kotor ini, atau justru memilih berpaling dan membiarkan prostitusi berkedok spa terus menjamur di ibu kota.