JAKARTA – Pengerjaan proyek relokasi jaringan utilitas atau penurunan kabel udara ke bawah tanah di sejumlah ruas jalan di Jakarta menuai keluhan luas dari masyarakat. Banyak pengguna jalan mengaku frustrasi karena terjebak kemacetan panjang yang terjadi hampir setiap hari akibat proses pengerjaan yang berjalan lamban dan memakan badan jalan.
Pantauan di berbagai titik menunjukkan, kepadatan arus lalu lintas terjadi di beberapa ruas utama, terutama di wilayah Jakarta Pusat seperti Jalan Kesehatan, Jalan A.M. Sangaji, Jalan Surya Pranoto, dan Jalan K.H. Hasyim Ashari. Tak hanya di pusat kota, kemacetan juga menjalar ke wilayah lain seperti Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, yang juga menjadi lokasi pengerjaan proyek serupa.
“Setiap sore pasti macet parah, kadang satu jam lebih baru bisa keluar dari area sini. Pulang kerja jadi terlambat terus,” keluh Rizky, seorang pengendara yang melintas di kawasan Jalan A.M. Sangaji, Senin (6/10/2025).
Proyek penurunan kabel udara ke bawah tanah ini merupakan bagian dari pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang tengah digarap oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Program ini bertujuan menata ulang jaringan utilitas agar lebih rapi, aman, dan efisien, sekaligus memperkuat infrastruktur kota menuju konsep Jakarta Smart City.
Ruas jalan yang sedang dikerjakan mencakup kawasan strategis seperti Jalan Gatot Subroto, Jalan Dr. Soepomo, Jalan K.H. Abdullah Syafei, Jalan Jatinegara Barat, Jalan Pemuda, hingga Jalan Lubang Buaya – Rawa Binong.
Sementara di Jakarta Utara, Suku Dinas Bina Marga menargetkan penataan jaringan utilitas sepanjang 35 kilometer sepanjang tahun 2025. Adapun ruas yang masuk daftar pengerjaan antara lain Jalan Deli, Jalan Sindang, Jalan Bugis, Jalan Teluk Gong, Jalan Hidup Baru, dan Jalan Pademangan Raya.
Meski menimbulkan dampak sementara berupa kemacetan, proyek SJUT memiliki manfaat jangka panjang yang signifikan bagi penataan kota. Dinas Bina Marga menjelaskan bahwa proyek ini dilakukan untuk:
• Meningkatkan estetika kota dengan meniadakan kabel udara yang semrawut.
• Menjamin keselamatan warga dari potensi bahaya kabel listrik yang menjuntai atau putus.
• Meningkatkan efisiensi tata kota melalui pembangunan infrastruktur bawah tanah yang lebih tertata dan mudah dikelola.
“Penataan utilitas bawah tanah adalah investasi jangka panjang untuk wajah kota yang lebih modern dan aman. Kami memahami keluhan warga, tapi ini bagian dari proses transformasi infrastruktur Jakarta,” ujar Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta dalam keterangan tertulisnya.
Di lapangan, proyek SJUT kerap bersinggungan dengan pekerjaan lain seperti pemasangan pipa limbah dan perbaikan saluran air, sehingga memperburuk kondisi lalu lintas di sejumlah titik. Kombinasi beberapa proyek dalam waktu bersamaan membuat pengendara sulit mencari jalur alternatif.
“Kalau malam atau akhir pekan dikerjain lebih banyak sih mungkin nggak separah ini macetnya,” ujar Tia, warga Tanah Abang, yang hampir setiap hari melintas di Jalan K.H. Hasyim Ashari.
Menanggapi keluhan masyarakat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan bahwa proyek SJUT tetap akan dilanjutkan sesuai target, namun dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap kontraktor pelaksana.
Pemprov juga berencana menambah jam kerja di luar jam sibuk, terutama pada malam hari dan akhir pekan, guna mempercepat penyelesaian proyek dan meminimalkan gangguan lalu lintas.
“Kami akan memastikan setiap pekerjaan berjalan sesuai standar keamanan dan tepat waktu. Tujuannya agar manfaatnya segera dirasakan masyarakat tanpa mengorbankan kelancaran aktivitas warga,” tegas perwakilan Pemprov DKI Jakarta.
Meski sementara waktu menguji kesabaran warga, proyek penurunan kabel udara ini menjadi langkah penting dalam menyiapkan Jakarta sebagai kota berstandar global dengan sistem utilitas terintegrasi.
Keberhasilan proyek ini diharapkan menjadi fondasi bagi penataan infrastruktur kota yang lebih tertib, aman, dan estetis di masa depan.
Penulis: Matyadi
Editor: Fahmy Nurdin