JAKARTA – Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (28/10/2025). Dalam sidang kali ini, empat terpidana kasus Jiwasraya dihadirkan sebagai saksi, dua secara daring dan dua hadir langsung di ruang sidang.
Majelis hakim yang dipimpin Sunoto membuka persidangan dengan memeriksa identitas para saksi. “Dua saksi dihadirkan secara online dan dua secara langsung,” kata Sunoto di awal sidang.
Saksi pertama, Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, memberikan keterangan dari Lapas Sukamiskin, Bandung. Sementara Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, bersaksi secara daring dari Lapas Cibinong. Dua saksi lainnya hadir di ruang sidang, yakni Parikesit Suprapto, mantan Deputi Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN, serta Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama Jiwasraya yang juga merupakan terpidana dalam perkara serupa.
Jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum terdakwa secara bergantian mengajukan pertanyaan kepada para saksi, terutama mengenai kebijakan investasi Jiwasraya pada periode 2008–2018 yang berujung pada kerugian negara.
Dalam dakwaannya, jaksa menuduh Isa Rachmatarwata terlibat dalam pemberian izin dan pengawasan terhadap penerbitan produk saving plan Jiwasraya pada 2012, antara lain Bukopin Saving Plan, Provest Saving Plan, dan JS Proteksi Plan. Produk-produk tersebut menawarkan bunga tinggi yang tidak sebanding dengan hasil investasi yang diperoleh perusahaan. Akibatnya, hingga 31 Desember 2019, utang klaim saving plan Jiwasraya mencapai Rp12,23 triliun.
Menurut jaksa, dana hasil penjualan saving plan itu diinvestasikan ke saham dan reksa dana berisiko tinggi yang dikendalikan oleh pengusaha Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, yang kini telah menjadi terpidana dalam kasus serupa. Investasi tersebut tidak memberikan hasil signifikan dan memperburuk kondisi keuangan Jiwasraya.
Jaksa juga menuding Isa bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp90 miliar, sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Tim Auditor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada 22 Juli 2025. Kerugian tersebut antara lain berasal dari tiga transaksi reinsurance fund (dana reasuransi):
• Ke Provident Capital Indemnity pada 12 Mei 2010 sebesar Rp50 miliar;
• Ke Best Meridian Insurance Company pada 12 September 2012 sebesar Rp24 miliar;
• Reinsurance fund II ke Best Meridian Insurance Company pada 25 Januari 2013 sebesar Rp16 miliar.
Total kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp90 miliar. Jaksa mendakwa Isa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Usai persidangan, Dr. Kukuh Komandoko Hadiwidjojo, S.H., M.Kn., Ketua Tim Hukum dari AWMA Lawfirm yang menjadi kuasa hukum Isa, menyampaikan tanggapannya singkat kepada wartawan.
“Ikuti saja proses persidangannya, Mas. Ini masih panjang kok,” ujar Kukuh usai meninggalkan ruang sidang.
Kasus Jiwasraya menjadi salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah BUMN Indonesia, dengan total kerugian negara mencapai triliunan rupiah dan melibatkan sejumlah pejabat tinggi, pengusaha, serta pihak regulator.
Sidang terhadap Isa Rachmatarwata dijadwalkan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dan pendalaman bukti dokumen terkait kebijakan pengawasan sektor perasuransian pada masa ia menjabat di Bapepam-LK periode 2006–2012.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































