Kuasa Hukum Danny Praditya: Transaksi PGN–IAE Adalah Keputusan Bisnis, Bukan Tindak Pidana

- Jurnalis

Senin, 10 November 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: FX L. Michael Shah, S.H., kuasa hukum Danny Praditya. (Dok-Okj/Fahmy Nurdin)

Foto: FX L. Michael Shah, S.H., kuasa hukum Danny Praditya. (Dok-Okj/Fahmy Nurdin)

JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan jual beli gas oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) Tbk untuk periode 2017–2021, pada Senin (10/11/2025).

Sidang ini menghadirkan dua terdakwa utama, yakni mantan Direktur Komersial PGN periode 2016–2019 Danny Praditya, dan Komisaris PT Inti Alasindo Energy (IAE) Iswan Ibrahim. Keduanya didakwa melakukan penyimpangan dalam proses jual beli gas yang diduga merugikan keuangan negara.

Dalam persidangan kali ini, majelis hakim mendengarkan kesaksian Nusantara Suyono, mantan Direktur Keuangan PGN yang saat ini berdomisili di Singapura.

Kesaksian Suyono disampaikan secara daring dan menjadi salah satu keterangan penting yang memperjelas proses transaksi gas antara PGN dan pihak swasta.

Kuasa hukum terdakwa, FX L. Michael Shah, S.H., menilai keterangan saksi tersebut sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Menurutnya, kesaksian Nusantara membantah anggapan jaksa bahwa transaksi antara PGN dan IAE merupakan bentuk pinjaman terselubung.

“Tadi dijelaskan dengan lugas oleh Pak Nusantara bahwa ini murni jual beli gas, bukan pinjaman. Pengembalian yang disebut-sebut itu berasal dari alokasi pasokan gas yang akan diambil oleh PGN. Jadi bukan pembayaran utang,” ujar Michael kepada awak media usai sidang.

Ia menambahkan, saksi menjelaskan bahwa mekanisme advance payment atau pembayaran di muka yang dilakukan PGN adalah praktik umum dalam industri gas, dan telah diterapkan dengan prinsip kehati-hatian.

“Advance payment ini bukan pelunasan utang, melainkan bagian dari sistem jual beli gas yang sudah lazim dilakukan,” tegasnya.

Dalam persidangan juga terungkap soal Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang sempat dijadikan sorotan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut keterangan saksi, tidak semua kegiatan jual beli gas dicantumkan secara rinci dalam RKAP karena sifatnya bersifat agregat atau gelondongan.

“Selama pagu anggaran tersedia, maka transaksi dapat dilakukan. Tidak perlu disebutkan secara spesifik pihak penjualnya dalam RKAP,” ujar Michael menjelaskan kesaksian saksi.

Sementara itu, terkait laporan keuangan, Nusantara Suyono menyebut bahwa pencatatan advance payment dilakukan dengan prinsip akuntansi yang sama seperti Term of Payment (TOP), yakni pengakuan pembayaran sebelum gas mengalir.

Hal ini, menurut kuasa hukum, menjadi bukti bahwa tindakan direksi PGN dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur.

“Justru direksi saat itu sangat berhati-hati. Mereka meminta adanya jaminan untuk transaksi ini. Kalau dibandingkan dengan transaksi lain yang jumlahnya lebih besar malah tidak disertai jaminan,” imbuh Michael.

Kuasa hukum juga menegaskan bahwa keputusan untuk melakukan transaksi dengan IAE merupakan keputusan kolektif dewan direksi, bukan keputusan pribadi terdakwa. Semua risiko, baik dari aspek hukum maupun bisnis, telah dibahas secara matang dalam rapat direksi PGN.

“Semua keputusan itu hasil rapat direksi. Jadi tidak ada keputusan sepihak dari Pak Danny. Kalau satu direksi saja tidak setuju, transaksi ini tidak bisa dilanjutkan,” kata Michael.

Ia menilai bahwa jaksa terlalu jauh menilai aspek komersial transaksi gas tersebut. Menurutnya, pengadilan seharusnya fokus pada unsur hukum, bukan menilai apakah transaksi tersebut menguntungkan atau tidak secara bisnis.

“Jaksa, majelis, maupun pengacara tidak dalam kapasitas menilai untung-rugi bisnis. Direksi PGN saat itu punya pertimbangan komersial dan kebutuhan pasokan yang mendesak,” jelasnya.

Michael juga menyoroti konteks saat transaksi dilakukan pada tahun 2017, di mana PGN tengah menghadapi ancaman kekurangan pasokan gas di Jawa Timur.

IAE kala itu menawarkan pasokan dengan harga USD 7,04 per MMBTU, lebih rendah dari harga pasar sekitar USD 8,2 per MMBTU, sehingga secara bisnis dinilai menguntungkan PGN.

Menurut pembela, kegagalan implementasi pasokan gas bukan disebabkan oleh kesalahan direksi, melainkan perubahan kebijakan dan dinamika internal pasca 2019.

Gas yang dijanjikan sebenarnya tersedia, namun tidak dapat tersalurkan karena adanya hambatan administratif dan perubahan keputusan pasca pergantian direksi.

“Saat keputusan transaksi dibuat, semua parameter bisnis dan pasokan sudah terpenuhi. Tidak ada yang bisa memprediksi bahwa kemudian akan terjadi hambatan di 2021. Direksi yang saat itu mengambil keputusan sudah tidak lagi menjabat,” papar Michael.

Ia berharap majelis hakim dapat melihat kasus ini secara objektif dengan mempertimbangkan konteks dan niat baik para pengambil keputusan pada waktu itu.

“Kami berharap majelis bisa memahami suasana batin direksi PGN waktu itu. Ada ancaman kekurangan pasokan dan kebutuhan konsumen yang besar. Jadi keputusan mereka bukan tindakan melanggar hukum, tapi keputusan bisnis yang logis,” tutupnya.

Majelis hakim dijadwalkan melanjutkan sidang pada Kamis (13/11/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan.

Menurut rencana, persidangan kasus ini akan digelar dua kali dalam seminggu hingga akhir Desember atau awal Januari, sesuai masa penanganan perkara yang ditetapkan pengadilan.

Reporter: Fahmy Nurdin

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Sidang Lanjutan Kasus Jiwasraya: Ahli Hukum Tegaskan Batas Kebijakan Penyelamatan dan Unsur Tindak Pidana Korupsi
Sidang Kasus Kredit BNI, PH Erdi Surbakti Soroti Peran Dedi Hermawan dan Ketidaksesuaian Keterangan Saksi
Firdaus Oiwobo Uji UU Advokat ke MK, Deolipa Yumara: Intervensi Ketua MA Bisa Cemari Marwah Peradilan
Empat ASN BNN Gugat Surat Tugas ke PTUN: ‘Ini Bukan Mutasi, tapi Pemindahan Jabatan Ilegal’
Sidang PK Adam Damiri Hadirkan Sejumlah Ahli, Deolipa Yumara: Hakim Khilaf 
Prof Hadi Subhan: Pidana Adalah Ultimum Remedium, Kasus LPEI Seharusnya Selesai di Ranah Perdata
Tuntutan 8 Tahun untuk Eks Dirut ASDP Dinilai Tak Berdasar, Kuasa Hukum Bongkar Kekeliruan Jaksa pada Pledoi di Pengadilan Tipikor 
Sidang Perdana PK Adam Damiri Delapan Novum Terbaru, Deolipa Yumara Sebut Asabri Justru Untung
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 00:43 WIB

Sidang Lanjutan Kasus Jiwasraya: Ahli Hukum Tegaskan Batas Kebijakan Penyelamatan dan Unsur Tindak Pidana Korupsi

Selasa, 11 November 2025 - 21:34 WIB

Sidang Kasus Kredit BNI, PH Erdi Surbakti Soroti Peran Dedi Hermawan dan Ketidaksesuaian Keterangan Saksi

Selasa, 11 November 2025 - 19:32 WIB

Firdaus Oiwobo Uji UU Advokat ke MK, Deolipa Yumara: Intervensi Ketua MA Bisa Cemari Marwah Peradilan

Selasa, 11 November 2025 - 15:39 WIB

Empat ASN BNN Gugat Surat Tugas ke PTUN: ‘Ini Bukan Mutasi, tapi Pemindahan Jabatan Ilegal’

Senin, 10 November 2025 - 22:29 WIB

Sidang PK Adam Damiri Hadirkan Sejumlah Ahli, Deolipa Yumara: Hakim Khilaf 

Berita Terbaru