Tuntutan 8 Tahun untuk Eks Dirut ASDP Dinilai Tak Berdasar, Kuasa Hukum Bongkar Kekeliruan Jaksa pada Pledoi di Pengadilan Tipikor 

- Jurnalis

Kamis, 6 November 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H, Kuasa hukum terdakwa Ira Puspadewi mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017–2024. (Dok-Okj/Fahmy Nurdin)

Foto: Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H, Kuasa hukum terdakwa Ira Puspadewi mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017–2024. (Dok-Okj/Fahmy Nurdin)

JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2025). Agenda sidang kali ini berfokus pada pembacaan pembelaan (pledoi) dari terdakwa, yang menegaskan adanya kriminalisasi terhadap keputusan bisnis korporasi.

Kuasa hukum terdakwa mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017–2024, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kliennya, Ira Puspadewi, dan para terdakwa lain merasa telah menjadi korban kriminalisasi atas keputusan korporasi yang sejatinya berada dalam ranah hukum perdata, bukan pidana.

“Ada tiga hal utama yang disampaikan para terdakwa. Pertama, mereka merasa dikriminalisasi, karena ini sebenarnya aksi korporasi biasa yang masuk wilayah perdata. Kedua, seluruh tuduhan perbuatan melawan hukum sudah terbantahkan dengan data dan dokumen resmi, bukan sekadar kesaksian. Ketiga, ada kesalahpahaman mendasar dari jaksa dalam menafsirkan antara akuisisi saham dan pembelian aset kapal,” ujar Soesilo di sela persidangan.

Soesilo menambahkan, pihaknya akan menitikberatkan pembelaan pada perlindungan hukum bagi direksi BUMN dalam menjalankan keputusan bisnis. Menurutnya, direksi harus mendapat jaminan hukum agar tidak dihukum atas risiko bisnis yang dilakukan dengan itikad baik.

“Direksi harus dilindungi oleh hukum bisnis. Kalau setiap keputusan strategis dipidanakan, siapa yang berani mengambil keputusan?” tegasnya.

Dalam sidang sebelumnya, Kamis (30/10/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan, serta pencabutan hak menduduki jabatan publik selama lima tahun.

JPU menilai, akuisisi PT JN pada tahun 2021 dilakukan tanpa kajian bisnis yang memadai, tanpa analisis risiko yang komprehensif, dan tanpa persetujuan final dari Kementerian BUMN, sehingga menimbulkan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp42,5 miliar.

“Terdakwa telah menyetujui pembelian saham PT Jembatan Nusantara tanpa melalui valuasi independen yang akurat dan kajian bisnis mendalam. Akibatnya, terjadi pemborosan dan potensi kerugian negara,” ujar jaksa di hadapan majelis hakim.

Jaksa juga menegaskan bahwa tindakan terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai kekeliruan administratif semata, melainkan bentuk penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan pihak lain.

Menanggapi tuntutan itu, tim kuasa hukum menyebut JPU mengabaikan fakta persidangan. Soesilo menilai banyak bagian dari surat tuntutan tidak konsisten dengan bukti-bukti dan keterangan saksi ahli yang dihadirkan selama proses sidang.

“Dalam lebih dari dua ribu halaman tuntutan, banyak yang tidak sesuai fakta. Jaksa masih mengutip BAP (Berita Acara Pemeriksaan), padahal yang sah adalah keterangan di persidangan. Kalau hanya pakai BAP, lalu apa gunanya proses persidangan?” kata Soesilo.

Menurutnya, para terdakwa sama sekali tidak memperoleh keuntungan pribadi dari proses akuisisi tersebut. Keputusan itu, lanjutnya, merupakan bagian dari kebijakan strategis perusahaan untuk memperluas jaringan dan memperkuat konektivitas maritim nasional.

“Tidak ada satu rupiah pun yang mengalir ke pribadi terdakwa. Maka, menjatuhkan tuntutan delapan tahun penjara itu sangat tidak bijaksana,” tegasnya.

Kasus ini bermula dari keputusan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mengakuisisi PT Jembatan Nusantara (JN), perusahaan swasta yang mengelola sejumlah lintasan penyeberangan kapal feri domestik.

Proses akuisisi dilakukan pada tahun 2021 sebagai bagian dari ekspansi bisnis dan upaya memperkuat posisi ASDP dalam mendukung konektivitas antar-pulau.

Namun, audit investigatif yang dilakukan setelahnya menemukan adanya indikasi bahwa proses akuisisi tidak didukung kajian keuangan dan bisnis yang memadai, serta dilakukan tanpa restu akhir dari Kementerian BUMN.

Hasil audit inilah yang kemudian menjadi dasar penyelidikan oleh aparat penegak hukum dan berujung pada penetapan beberapa pejabat ASDP sebagai tersangka, termasuk mantan Direktur Utama, Ira Puspadewi.

Dalam sejumlah kesempatan, Ira menegaskan bahwa langkah akuisisi tersebut tidak didorong oleh motif pribadi, melainkan sebagai bagian dari strategi korporasi yang sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memperkuat sektor transportasi laut nasional.

“Kami menjalankan misi memperluas layanan dan meningkatkan efisiensi penyeberangan nasional. Tidak ada niat jahat, tidak ada keuntungan pribadi,” ujarnya dalam sidang sebelumnya.

Pengamat hukum bisnis dan BUMN, Dr. Taufik Rahardjo, menilai perkara ini merupakan ujian penting bagi konsistensi penegakan hukum terhadap manajemen perusahaan negara. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan perlindungan terhadap kebijakan korporasi yang bersifat strategis.

“Kita tentu mendukung penegakan hukum, tapi harus proporsional. Jangan sampai kriminalisasi terhadap keputusan bisnis justru membuat para direksi BUMN takut mengambil langkah berani demi kemajuan perusahaan,” jelas Taufik.

Menurutnya, pengadilan harus mampu membedakan dengan jelas antara tindak pidana korupsi yang menimbulkan keuntungan pribadi dan risiko bisnis murni yang mungkin menimbulkan kerugian tanpa adanya niat jahat.

Majelis hakim yang diketuai Hakim Ketua Dr. Haryono, S.H., M.H., memutuskan sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan lengkap dari terdakwa dan tim penasihat hukum.

Tim kuasa hukum menyatakan siap menyampaikan bukti tambahan dan argumentasi hukum yang memperkuat bahwa akuisisi PT JN telah sesuai dengan mekanisme korporasi yang berlaku.

“Kami berharap majelis hakim dapat melihat persoalan ini secara objektif dan berdasarkan fakta hukum, bukan persepsi,” pungkas Soesilo.

Publik kini menantikan arah putusan majelis hakim, apakah akan sejalan dengan tuntutan jaksa atau justru mengakui bahwa perkara ini lebih tepat dikategorikan sebagai persoalan administrasi bisnis daripada tindak pidana korupsi.

Reporter: Fahmy Nurdin

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Sidang Lanjutan Kasus Jiwasraya: Ahli Hukum Tegaskan Batas Kebijakan Penyelamatan dan Unsur Tindak Pidana Korupsi
Sidang Kasus Kredit BNI, PH Erdi Surbakti Soroti Peran Dedi Hermawan dan Ketidaksesuaian Keterangan Saksi
Firdaus Oiwobo Uji UU Advokat ke MK, Deolipa Yumara: Intervensi Ketua MA Bisa Cemari Marwah Peradilan
Empat ASN BNN Gugat Surat Tugas ke PTUN: ‘Ini Bukan Mutasi, tapi Pemindahan Jabatan Ilegal’
Sidang PK Adam Damiri Hadirkan Sejumlah Ahli, Deolipa Yumara: Hakim Khilaf 
Kuasa Hukum Danny Praditya: Transaksi PGN–IAE Adalah Keputusan Bisnis, Bukan Tindak Pidana
Prof Hadi Subhan: Pidana Adalah Ultimum Remedium, Kasus LPEI Seharusnya Selesai di Ranah Perdata
Sidang Perdana PK Adam Damiri Delapan Novum Terbaru, Deolipa Yumara Sebut Asabri Justru Untung
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 00:43 WIB

Sidang Lanjutan Kasus Jiwasraya: Ahli Hukum Tegaskan Batas Kebijakan Penyelamatan dan Unsur Tindak Pidana Korupsi

Selasa, 11 November 2025 - 21:34 WIB

Sidang Kasus Kredit BNI, PH Erdi Surbakti Soroti Peran Dedi Hermawan dan Ketidaksesuaian Keterangan Saksi

Selasa, 11 November 2025 - 19:32 WIB

Firdaus Oiwobo Uji UU Advokat ke MK, Deolipa Yumara: Intervensi Ketua MA Bisa Cemari Marwah Peradilan

Selasa, 11 November 2025 - 15:39 WIB

Empat ASN BNN Gugat Surat Tugas ke PTUN: ‘Ini Bukan Mutasi, tapi Pemindahan Jabatan Ilegal’

Senin, 10 November 2025 - 22:29 WIB

Sidang PK Adam Damiri Hadirkan Sejumlah Ahli, Deolipa Yumara: Hakim Khilaf 

Berita Terbaru