JAKARTA – Ancaman penyakit diabetes di Indonesia kian mengkhawatirkan. Jumlah penderita terus meningkat, termasuk dari kalangan usia muda, sementara biaya penanganan komplikasi diabetes telah menguras anggaran negara hingga triliunan rupiah setiap tahun. Kondisi ini mendorong lahirnya gerakan pencegahan berbasis masyarakat yang diinisiasi oleh dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin, diabetes, dan metabolik, Dr. Roy Panusunan Sibarani, Sp.PD-KEMD, FES.
Dr. Roy, yang pada 2026 mendatang akan menjabat sebagai Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) tingkat nasional, menegaskan bahwa membesarnya angka penderita diabetes bukanlah sebuah prestasi, melainkan tanda darurat kesehatan nasional yang harus segera direspons secara serius.
“Diabetes itu tumbuh sangat besar di Indonesia. Ini bukan hal yang membanggakan, justru menyedihkan. Uang negara sudah habis triliunan rupiah hanya untuk membayar BPJS akibat komplikasi diabetes. Padahal, penyakit ini sebagian besar bisa dicegah,” ujar Dr. Roy dalam keterangannya di kawasan Cililitan, Jakarta Timur, Sabtu (27/12/2025).
Sebelum resmi memimpin PERSADIA, Dr. Roy terlebih dahulu mendirikan Diabetes Initiative Indonesia (DII) pada Februari 2023. Berbeda dengan organisasi diabetes pada umumnya yang fokus pada pendampingan pasien, DII secara khusus bergerak di bidang pencegahan diabetes.
“Kami tidak ingin orang sakit diabetes. Karena itu, Diabetes Initiative Indonesia hadir untuk mencegah diabetes berkembang lebih luas di Indonesia, terutama melalui perubahan gaya hidup,” tegasnya.
Melalui DII, Dr. Roy bersama tim aktif memberikan edukasi langsung ke kantor-kantor, instansi, dan komunitas pekerja. Sasaran utama adalah kelompok usia produktif yang rentan mengalami diabetes akibat pola hidup sedentari.
Ia menggambarkan rutinitas harian pekerja urban yang menjadi akar masalah: bangun dini hari, berangkat kerja dengan kendaraan pribadi atau umum, terjebak macet selama dua hingga tiga jam, mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan lemak, duduk berjam-jam di kantor, lalu kembali pulang dalam kondisi lelah tanpa aktivitas fisik yang cukup.
“Setiap hari duduk, makan tidak sehat, kurang tidur, tidak bergerak. Ini ritual yang sama terus-menerus. Kalau ini dibiarkan, diabetes pasti datang,” jelasnya.
Dr. Roy menyoroti fenomena meningkatnya kasus diabetes pada usia muda. Berdasarkan pengalamannya praktik klinis, hampir setiap minggu ia menerima pasien diabetes baru dari kalangan anak muda.
“Secara data IDF, penderita diabetes di Indonesia sekitar 20,9 juta orang. Tapi menurut saya jumlah sebenarnya jauh lebih besar. Hampir tiap minggu kami menerima tiga pasien diabetes muda baru,” ungkapnya.
Faktor pemicunya, menurut Dr. Roy, umumnya kombinasi antara riwayat keluarga dan pola hidup tidak sehat. Hal ini berbeda dengan negara-negara maju seperti Belanda, Jerman, atau Jepang, di mana masyarakat terbiasa berjalan kaki, bersepeda, dan menggunakan transportasi publik yang mendorong aktivitas fisik.
“Di sana orang ke kantor naik sepeda, jalan kaki, atau kereta. Di sini, duduk di mobil dua setengah jam. Ini yang disebut sedentary lifestyle,” katanya.
Sebagai langkah konkret, Diabetes Initiative Indonesia telah melatih 220 instruktur senam se-DKI Jakarta. Para instruktur ini disiapkan untuk memberikan aktivitas fisik sederhana berupa senam dan tarian kesehatan di ribuan kantor.
“Kami latih para ibu-ibu instruktur senam. Mereka adalah ujung tombak kami untuk menggerakkan badan masyarakat. Kalau perlu instruktur di ribuan kantor, kami sudah punya tim,” jelas Dr. Roy.
Program ini sejalan dengan moto gerakan yang diusung DII, yakni “Gaya Hidup Sehat Setiap Hari Indonesia.”
Saat ini, DII juga tengah mempersiapkan pembentukan organisasi olahraga masyarakat untuk bergabung dengan KORMI (Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia) agar jangkauan gerakan semakin luas hingga tingkat kota dan wilayah administratif.
Secara berimbang, Dr. Roy mengakui pemerintah telah bekerja keras dalam pengobatan diabetes. Namun ia menilai aspek pencegahan masih belum menjadi prioritas utama.
“Kementerian Kesehatan kita belum punya program preventif diabetes yang kuat. Yang ada mengobati, mengobati, dan mengobati. Padahal mencegah itu jauh lebih murah dan lebih mudah,” tegasnya.
Meski demikian, ia menegaskan gerakan yang diinisiasinya tidak bergantung pada siapa pun.
“Kami tidak mau menunggu. Kami bergerak dulu. Kalau pemerintah mau mendengar, silakan. Tapi kalau tidak, kami tetap jalan,” ujarnya.
Secara khusus, Dr. Roy menyampaikan pesan tegas kepada Generasi Z yang sangat lekat dengan gawai dan cenderung kurang bergerak.
“Generasi Z hidup dengan gadget, duduk terus, jarang bergerak. Kalau kalian semua diabetes, Indonesia mau dibawa ke mana? Kalianlah calon pemimpin Indonesia Emas 2045. Tapi kalau tidak sehat, semua itu tidak ada artinya,” katanya.
Ia mengajak generasi muda mulai memikirkan kesehatan sejak dini, menjaga pola makan, dan aktif bergerak setiap hari.
Di berbagai daerah seperti Surabaya dan Yogyakarta, Diabetes Initiative Indonesia juga telah bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat untuk mendukung program kesehatan ASN agar tetap produktif dan tidak jatuh sakit.
“Kami belum berharap muluk-muluk. Yang penting mulai dulu. Lakukan dulu. Kalau tidak ada yang bergerak, kita tidak akan pernah maju,” pungkas Dr. Roy.
Sebagai penutup, ia mengingatkan pesan sederhana namun bermakna, Jamu Gendong. “Jaga mulut, gerakkan badan dong.” Sebuah prinsip dasar yang diyakininya mampu menekan laju diabetes di Indonesia jika dijalankan secara konsisten oleh seluruh lapisan masyarakat.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































