JAKARTA — Di tengah derasnya arus informasi digital, Yayasan Rumah Pena Nusantara (YRPN) tampil sebagai lembaga nirlaba yang mendorong penguatan literasi media dan pendidikan jurnalistik di Indonesia. Lembaga ini menempatkan dirinya sebagai ruang belajar yang inklusif bagi pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum yang ingin memahami dunia pemberitaan secara lebih mendalam.
YRPN lahir dari kegelisahan para aktivis pers, pegiat literasi, dan jurnalis yang melihat masih rendahnya kemampuan publik dalam memilah informasi. Masalah hoaks, polarisasi, hingga rendahnya kecakapan digital menjadi alasan utama lembaga ini bergerak melakukan edukasi secara berkelanjutan.
Ketua YRPN, Hery Lubis, menegaskan komitmen lembaganya untuk menghadirkan pelatihan jurnalistik yang adaptif dengan kebutuhan zaman, mulai dari keterampilan dasar penulisan berita hingga kemampuan produksi konten digital.
“YRPN hadir untuk membentuk SDM yang kritis, berintegritas, dan mampu menghasilkan karya jurnalistik yang bertanggung jawab. Media harus kembali menjadi ruang klarifikasi, bukan arena memperkeruh informasi,” ujar Hery.
Harry juga berharap lulusan program YRPN mampu berkarier di berbagai bidang komunikasi modern, seperti jurnalisme, content writing, fotografi, hingga public relations.
Tidak hanya fokus pada pelatihan teknis, YRPN juga mendorong kesadaran publik melalui program literasi media dan anti-hoaks. Seminar, workshop, serta diskusi tematik rutin digelar untuk mengajarkan masyarakat mengenali misinformasi dan memahami etika bermedia sosial.
Founder YRPN, MB Amy, menuturkan bahwa lembaganya akan memperluas kolaborasi dengan sekolah, kampus, komunitas, dan media nasional guna memperbesar dampak gerakan literasi.
“Kami ingin ekosistem media Indonesia semakin sehat. Melalui program pendidikan, riset, dan inkubasi penulis muda, YRPN berupaya memberikan kontribusi nyata bagi kualitas jurnalisme di Indonesia,” ujarnya.
Dengan visi membangun pusat pendidikan jurnalistik yang kredibel, YRPN menargetkan diri sebagai mitra strategis bagi institusi pendidikan dan komunitas yang ingin memperkuat budaya literasi di tengah tantangan informasi digital yang semakin kompleks.
Penulis Matyadi




































