JAKARTA – Polemik besaran potongan yang diterapkan oleh aplikator ojek online (ojol) kembali mencuat dalam diskusi publik bertema “Kenapa Harus 10%?” yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk anggota DPR RI Komisi V Adian Napitupulu, Ketua ABJARSI Rendy Prasetyo, Pengamat Transportasi Edy Suzendi, perwakilan driver R4 Aries Renaldi, driver R2 Kemed, merchant UMKM Laura Valentyna Siregar, serta dimoderatori oleh Ihsan Azis.
Dalam paparannya, Adian Napitupulu menyoroti keberadaan aplikator yang selama ini mengklaim telah menciptakan jutaan lapangan kerja. “Faktanya, banyak pekerjaan itu sudah ada sebelumnya, seperti ojek pangkalan dan warung makan. Teknologi hanya mengubah pola kerja, bukan menciptakan dari nol,” ujar Adian di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (30/4/2025).
Ia menekankan bahwa saat ini terdapat sekitar 3,1 juta mitra driver dan 1 juta mitra merchant pada salah satu platform besar. Dari perhitungan kasar, jika setiap driver dikenai potongan minimal Rp2.000 per perjalanan dan rata-rata lima perjalanan per hari, maka aplikator bisa mengantongi minimal Rp31 miliar per hari hanya dari driver. Ditambah potongan dari merchant, estimasinya bisa mencapai Rp41 miliar per hari.
“Kalau pendapatan aplikator sebesar itu, apa iya biaya server, operator, dan promosi sebesar Rp30 miliar per hari? Rasanya tidak. Maka wajarlah jika potongan diturunkan ke angka yang lebih manusiawi, yaitu 10%,” tegas Adian.

Ia juga mengkritik berbagai alasan aplikator soal potongan besar, seperti biaya ambulans dan asuransi. Menurutnya, sebagian besar beban tetap ditanggung oleh driver itu sendiri. Ia mencontohkan, jika aplikator memang menyediakan ambulans, seharusnya bisa dicek dan dibuktikan, namun kenyataannya justru tidak transparan.
Adian menyampaikan bahwa mayoritas anggota Komisi V DPR RI mulai sepakat bahwa potongan 20% hingga 30% saat ini terlalu tinggi. “Bahkan jika dikurangi menjadi 10%, itu sudah cukup adil jika kita melihat fungsi aplikator hanya sebagai perantara,” katanya.
Dalam forum tersebut, muncul semangat kolektif untuk memperjuangkan keadilan bagi driver. Namun Adian juga mengingatkan pentingnya partisipasi aktif dari para driver sendiri. “Kalau teman-teman di DPR semangat, tapi drivernya tidak kompak, ya berat. Ini bukan hanya soal hari ini, tapi masa depan anak-anak kalian,” pungkasnya.
Diskusi ini juga membuka jalan menuju pembentukan Forum Group Discussion (FGD) lanjutan yang akan menghimpun data dan argumentasi lebih kuat, sebagai dasar pengambilan keputusan oleh Komisi V dan Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin