OKJAKARTA, TANGERANG – Puluhan media lokal yang tergabung dalam organisasi wartawan Ruang Jurnalis Tangerang (RJT) dilaporkan ke Dewan Pers atas dugaan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS).
Pengaduan tersebut diajukan oleh Hassanudin alias Hasan Bendot, direktur CV Berkah Putra Pantura yang menjadi pelaksana proyek taman ruang terbuka hijau (RTH) di Kantor Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. Dalam proses pengaduan, Hasan didampingi oleh pemantau pers MB Amy.
“Hari ini secara resmi kami menyerahkan surat pengaduan ke Dewan Pers atas dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik,” kata Hasan di kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025).
Menurut Hasan, pihak Dewan Pers menyatakan bahwa berkas pengaduan sudah lengkap dan tinggal menunggu proses penelitian oleh tim terkait.
“Tadi dari Dewan Pers menyampaikan bahwa berkasnya sudah cukup,” ujarnya.
MB Amy, yang turut membantu melengkapi pemberkasan, menyebut sejumlah media yang dilaporkan menulis pemberitaan tentang Hasan tanpa mengikuti kaidah jurnalistik yang benar.
“Kalau kita baca, hampir semua pemberitaan mereka melanggar KEJ,” tegas Amy.
Ia menjelaskan, pelanggaran paling mencolok berada di Pasal 3 KEJ, yaitu tidak melakukan uji informasi, menghakimi secara opini, tidak berimbang, beritikad buruk, serta mengabaikan asas praduga tak bersalah.
“Unsur pelanggarannya sudah terpenuhi. Tinggal menunggu hasil rekomendasi dari Dewan Pers,” kata Amy lagi.
Amy juga menambahkan, jika nantinya ditemukan media yang tak berbadan hukum pers, pihaknya siap mengambil langkah hukum lanjutan.
“Kalau ada media yang ternyata tidak berbadan hukum pers, kami akan minta rekomendasi Dewan Pers agar bisa diproses hukum lewat kepolisian,” ujarnya.
Wartawan Bodrek Jadi Ancaman
Menanggapi fenomena banyaknya media abal-abal, Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyebut maraknya wartawan bodrek—julukan bagi oknum yang mengaku wartawan untuk tujuan memeras—merupakan dampak dari tingginya angka pengangguran dan kebebasan media sosial yang tanpa kontrol.
“Modus mereka sederhana. Datang dengan kamera, foto proyek pemerintah, lalu mengancam akan memberitakan jika tidak diberi imbalan,” ungkap Komaruddin.
Menurutnya, kondisi ini menjadi ancaman serius, terutama bagi kepala daerah yang kurang memahami media atau memiliki kinerja yang belum optimal.
“Bagi kepala daerah yang tidak paham, apalagi kinerjanya buruk, ini jadi sasaran empuk. Anggaran daerah bisa langsung keluar hanya karena takut diberitakan negatif,” tegasnya.
(red)