JAKARTA – Tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob saat mengantar pesanan makanan di tengah aksi demonstrasi di Jakarta, terus menuai sorotan publik.
Praktisi Hukum sekaligus advokat senior, Deolipa Yumara, menegaskan bahwa peristiwa tersebut tidak bisa dianggap remeh, apalagi sampai menelan korban jiwa warga sipil. Menurutnya, tindakan aparat dalam insiden itu berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan harus ditelusuri secara menyeluruh, baik dari sisi kelalaian maupun kemungkinan adanya unsur kesengajaan.
“Tindakan aparat yang kemudian melanjutkan kendaraan hingga menghalau manusia dan berujung pada kematian orang lain jelas merupakan peristiwa serius. Itu bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Tinggal kita lihat, apakah peristiwa ini murni kelalaian atau ada unsur kesengajaan, termasuk apakah ada perintah dari atasan,” kata Deolipa dikutip kanal YouTube Intens Investigasi, Sabtu (30/8/2025).
Ia menegaskan, penyelidikan tidak boleh hanya berhenti pada pemeriksaan internal Propam Polri, melainkan juga harus menyentuh aspek pidana. Menurut Deolipa, jika terbukti ada unsur kelalaian, maka aparat yang bertugas bisa dijerat pasal kealpaan yang menyebabkan kematian orang lain. Namun, jika ada bukti kesengajaan, pasal yang lebih berat seperti Pasal 338 atau Pasal 339 KUHP dapat dikenakan.
“Kalau kelalaian, ancamannya bisa 3 sampai 5 tahun penjara. Tapi kalau terbukti ada unsur kesengajaan, apalagi atas perintah tertentu, konsekuensinya jauh lebih berat sesuai KUHP. Ini bukan perkara sederhana, karena yang meninggal adalah seorang warga sipil yang tidak terlibat aksi anarkis,” ujarnya.
Selain itu, Deolipa juga mendorong keluarga korban untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwenang. Menurutnya, laporan resmi akan memperkuat dasar hukum agar penyidikan tidak berhenti di ranah etik, melainkan masuk ke proses pidana.
Menanggapi sorotan publik, Kepolisian Republik Indonesia melalui Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menyampaikan bahwa pihaknya sudah menurunkan tim Propam untuk melakukan investigasi internal terkait insiden tersebut.
“Kami turut berduka cita atas meninggalnya almarhum Affan Kurniawan. Kapolri sudah memerintahkan agar kasus ini ditangani secara serius dan transparan. Tim Propam sedang bekerja, dan hasilnya akan kami sampaikan ke publik,” ujar Trunoyudo.
Menurutnya, kepolisian membuka kemungkinan adanya proses hukum lanjutan jika ditemukan bukti kelalaian atau pelanggaran prosedur. Ia menegaskan bahwa Polri tidak akan melindungi anggotanya yang bersalah, baik karena lalai maupun karena tindakan yang melanggar hukum.
“Jika terbukti ada unsur kelalaian atau bahkan kesengajaan, tentu ada konsekuensi hukum. Proses pidana bisa berjalan. Prinsip kami jelas: siapa pun yang salah, harus bertanggung jawab,” tambahnya.
Trunoyudo juga menyampaikan bahwa kepolisian akan memberikan perhatian khusus kepada keluarga korban, termasuk memastikan hak-hak mereka terpenuhi dalam proses hukum yang berjalan.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia. Mereka menilai, aparat keamanan harus mengedepankan pendekatan humanis dalam mengawal aksi massa, agar tidak menimbulkan korban sipil yang tidak terlibat langsung dalam demonstrasi.
Praktisi hukum, pegiat HAM, hingga kalangan masyarakat menilai, penyelidikan yang transparan menjadi kunci agar peristiwa serupa tidak terulang di masa depan.
Deolipa menutup keterangannya dengan menegaskan bahwa negara tidak boleh abai terhadap nyawa warganya. “Yang meninggal itu manusia, bukan angka statistik. Kasus ini harus diusut tuntas agar keadilan bagi korban dan keluarganya bisa ditegakkan,” pungkasnya.