JAKARTA – Kasus keracunan massal akibat konsumsi makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, menimbulkan keprihatinan nasional. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menyebut peristiwa ini sebagai kejadian yang “di luar nalar”, lantaran penggunaan bahan baku yang tidak segar dalam penyajian makanan untuk ribuan pelajar.
Nanik mengungkapkan, berdasarkan temuan di lapangan, ayam yang digunakan sebagai bahan lauk dalam program MBG dibeli sejak Sabtu (20/9/2025) namun baru dimasak pada Rabu (24/9/2025). “Saya juga tidak bisa mentolerir bahan baku yang tidak fresh. Bagaimana mungkin ayam yang dibeli hari Sabtu baru dimasak Rabu? Itu sungguh di luar nalar,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Menurut Nanik, ayam dalam jumlah besar—sekitar 350 ekor—disimpan di dalam freezer sebelum diolah. Namun, ia menilai kondisi penyimpanan tidak memadai untuk skala besar. “Kalau di rumah menyimpan dua ekor ayam dalam freezer tentu tidak masalah. Tapi kalau 350 ayam, freezer mana yang sanggup menahan kualitas tetap baik? Jadi jelas ada kesalahan manajemen penyimpanan di lapangan,” katanya.
Rangkaian Kasus Keracunan
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Barat mencatat, hingga Kamis (25/9/2025) siang, total korban keracunan akibat konsumsi makanan MBG mencapai 1.333 orang dari tiga klaster kejadian.
1. Kasus Pertama (22–23 September 2025)
• Klaster Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cipari, Kecamatan Cipongkor
• Jumlah korban: 393 orang
2. Kasus Kedua (24 September 2025)
• Klaster Cihampelas
• Jumlah korban: 192 orang
• Rinciannya: 176 siswa SMKN 1 Cihampelas, 7 siswa MA Al Mukhtariyah, 8 siswa MTs Al Mukhtariyah, dan 1 siswa SDN 1 Cihampelas.
3. Kasus Ketiga (25 September 2025)
• Klaster SPPG di Desa Neglasari, Citalem, dan Cijambu, Kecamatan Cipongkor
• Jumlah korban: 201 orang
Sehari setelahnya, gelombang baru keracunan kembali muncul dengan jumlah korban jauh lebih besar. Sebanyak 730 orang, mayoritas pelajar dari jenjang SD hingga SMA/SMK, dilaporkan mengalami gejala mual, pusing, hingga sesak napas setelah mengonsumsi makanan MBG.
“Untuk kasus kedua yang terjadi pada Kamis ini saja, jumlahnya sudah mencapai 730 korban. Sebagian besar siswa SD, SMP, hingga SMK. Mereka datang dengan keluhan mual, muntah, sakit perut, pusing, bahkan ada yang sesak napas,” ungkap Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, di Posko Cipongkor.
Tindakan Penanganan dan Evaluasi
Ratusan korban dilarikan ke puskesmas terdekat, sementara beberapa pelajar harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Aparat pemerintah daerah bersama tim medis siaga penuh di posko-posko darurat yang dibangun di Cipongkor dan Cihampelas.
Pihak BGN menyatakan telah mengambil langkah investigasi mendalam dan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengadaan bahan baku, penyimpanan, hingga distribusi makanan dalam program MBG. “Kami sudah keluarkan tindakan-tindakan korektif dan akan menelusuri rantai pasok hingga ke penyedia dapur. Tidak boleh ada kelalaian dalam program sebesar ini,” tegas Nanik.
Kontroversi dan Tanggung Jawab
Kasus ini menuai sorotan publik karena Program MBG merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi pelajar di seluruh Indonesia. Dengan jumlah korban yang mencapai ribuan dalam waktu singkat, banyak pihak mendesak agar ada audit menyeluruh dan pertanggungjawaban hukum dari pihak yang terbukti lalai.
Pemerintah daerah Bandung Barat berjanji akan berkoordinasi dengan BGN dan kepolisian untuk mendalami kasus ini. “Kita tidak ingin peristiwa serupa terulang. Korban sudah terlalu banyak, dan ini menyangkut nyawa generasi muda,” ujar seorang pejabat Dinkes Bandung Barat.
Kasus keracunan massal program MBG di Bandung Barat menjadi alarm keras bagi pemerintah, penyedia dapur, dan seluruh pihak terkait agar tidak main-main dalam menjaga kualitas bahan makanan. Program yang seharusnya menjadi jalan keluar untuk meningkatkan gizi pelajar justru berubah menjadi tragedi kesehatan massal.
“Ini harus menjadi pelajaran penting. Jangan sampai program yang niatnya baik, justru menimbulkan korban,” tutup Nanik.
(*/Fahmy)