JAKARTA – Polemik pencabutan kartu identitas pers Istana Kepresidenan RI milik seorang jurnalis CNN Indonesia terus menuai perhatian publik. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan pemerintah akan mencari solusi terbaik terkait insiden yang terjadi usai reporter CNN Indonesia mengajukan pertanyaan mengenai kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Ya kita cari jalan keluar terbaiklah,” kata Prasetyo saat ditemui di sekitar Rumah Kertanegara, Jakarta, Minggu (28/9/2025) malam.
Menurutnya, pihak Kementerian Sekretariat Negara telah meminta agar Biro Pers Media dan Informasi (BPMI) Istana menjalin komunikasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara baik. “Besok kami sudah menyampaikan kepada Biro Pers untuk coba dikomunikasikan agar ada jalan keluar terbaik. Kita bangun komunikasi bersama lah,” ujarnya.
Prasetyo juga menekankan bahwa kasus ini cukup menjadi perhatiannya sebagai Mensesneg dan tidak perlu sampai mengganggu fokus Presiden Prabowo. “Tidak (Presiden), cukup saya saja,” tegasnya.
Sementara itu, Dewan Pers melalui Ketua Komaruddin Hidayat meminta Istana segera mengembalikan akses peliputan jurnalis CNN Indonesia tersebut. Dalam siaran pers resminya, Dewan Pers menyatakan bahwa pencabutan kartu pers tidak sejalan dengan prinsip kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
“Dewan Pers meminta agar akses liputan wartawan CNN Indonesia yang dicabut segera dipulihkan sehingga yang bersangkutan dapat kembali menjalankan tugas jurnalistiknya di Istana,” tegas Komaruddin.
Ia menambahkan, Dewan Pers telah menerima pengaduan resmi terkait pencabutan kartu identitas pers itu. Lembaga tersebut mengingatkan seluruh pihak agar tetap menghormati kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Biro Pers Istana sebaiknya memberikan penjelasan mengenai pencabutan ID Card wartawan CNN Indonesia agar tidak menghambat pelaksanaan tugas jurnalistik di lingkungan Istana,” imbuhnya.
Kasus pencabutan kartu pers ini memunculkan perdebatan mengenai batasan protokol peliputan di Istana dengan prinsip kebebasan pers. Di satu sisi, Istana memiliki mekanisme pengaturan akses media; di sisi lain, jurnalis berhak mengajukan pertanyaan, termasuk yang bersifat kritis, kepada pejabat publik sebagai bagian dari kontrol demokrasi.
Pengamat komunikasi politik menilai, penyelesaian yang terbuka dan dialogis menjadi langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus memastikan kerja sama sehat antara pemerintah dan pers. “Jika ada pertanyaan yang dirasa sensitif, sebaiknya dijawab dengan klarifikasi, bukan dengan pembatasan,” ujar salah satu pengamat.
Dengan adanya komitmen Mensesneg untuk membangun komunikasi, serta desakan Dewan Pers agar akses dipulihkan, publik kini menanti langkah konkret dari pihak Istana. Apakah kartu identitas pers itu akan segera dikembalikan, atau justru muncul mekanisme baru yang lebih ketat untuk peliputan di lingkungan Presiden.
Kasus ini menjadi ujian awal bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam menegakkan prinsip keterbukaan informasi dan penghormatan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
(*/Fahmy)