SURABAYA – Paguyuban Pecinta Eyang Raden Sawunggaling kembali menyelenggarakan agenda tahunan yang telah menjadi tradisi sakral, bertajuk “Gelar Do’a dan Angkat Budaya Ke-XIV Tahun 2025”.
Kegiatan yang akan berlangsung selama empat hari, mulai Kamis Kliwon, 30 Oktober 2025 hingga Minggu Pon, 2 November 2025, ini mengusung tema “Bertawasul: Ojo Lali Wong Tuo, Memayu Hayuning Bawono, Bangkitnya Leluhur Nusantara.”
Kegiatan tersebut digelar sebagai bentuk rasa syukur sekaligus upaya pelestarian nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh Eyang Raden Sawunggaling, tokoh legendaris asal Surabaya yang dikenal dengan jiwa kepemimpinan, keberanian, dan semangat mempersatukan masyarakat Nusantara.
Rangkaian kegiatan akan dibuka pada Kamis Kliwon (30 Oktober 2025) pukul 06.00 WIB dengan Khotmil Qur’an di Pondok Pesantren Ar-Riyadhloh Nurul Iman. Acara dilanjutkan pada malam harinya dengan Tawasulan dan Sinau Bareng bersama jamaah Maiyah, sebagai wujud kebersamaan spiritual lintas generasi.
Pada Jumat Legi (31 Oktober 2025), kegiatan berfokus pada pembacaan tahlil, istiqosah, dan tawasul yang dipimpin oleh KH Anom Pamungkas (Gus Gondrong) bersama jamaah Segoro Mudeng, menandai hari refleksi spiritual dan doa bersama untuk keselamatan bangsa.
Keesokan harinya, Sabtu Pahing (1 November 2025), dilaksanakan penyembelihan sapi dan bakti sosial berupa pembagian daging kepada masyarakat sekitar. Acara kemudian dilanjutkan dengan Udik-Udik Ngalap Berkah tradisi turun-temurun sebagai simbol berbagi rezeki dan harapan baik bagi sesama.
Malam puncak di hari yang sama akan dimeriahkan dengan Pagelaran Pentas Budaya, menampilkan beragam seni tradisi dari Suluk Eyang Raden Sawunggaling, komunitas mahasiswa Unesa, hingga Karang Taruna setempat. Pertunjukan tersebut menjadi ajang apresiasi seni dan ruang ekspresi bagi generasi muda untuk memperkuat identitas budaya lokal.
Sebagai penutup, pada Minggu Pon (2 November 2025) malam, digelar Pengajian Umum/Akbar yang akan dipimpin oleh KH Suyatno Nurdin (Gus Gendeng) mulai pukul 19.30 WIB, menjadi momen puncak spiritual sekaligus refleksi kebangsaan.
Ketua panitia menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya sebatas ritual keagamaan, namun juga wadah untuk mempererat tali silaturahmi antaranggota paguyuban dan masyarakat luas.
“Melalui kegiatan Gelar Do’a dan Angkat Budaya, kami ingin mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan akar budaya dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para leluhur. Di tengah modernisasi, jati diri bangsa harus tetap berpijak pada tradisi dan spiritualitas,” ujar Ketua Panitia dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).
Menurutnya, acara ini juga menjadi bentuk nyata dari upaya membumikan nilai-nilai gotong royong, hormat kepada orang tua, serta cinta tanah air, sebagaimana diajarkan oleh Eyang Raden Sawunggaling.
Paguyuban Pecinta Eyang Raden Sawunggaling telah dikenal luas karena konsistensinya dalam mengangkat nilai spiritual dan budaya lokal. Tradisi Bertawasul yang menjadi inti acara bukan sekadar ritual doa, melainkan simbol penghormatan kepada leluhur sebagai penjaga moral dan spiritual masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, kegiatan ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukanlah nostalgia masa lalu, melainkan investasi moral dan sosial bagi masa depan bangsa. Spirit “Memayu Hayuning Bawono” menjaga harmoni kehidupan menjadi pesan universal yang terus relevan di tengah tantangan zaman modern.
Melalui penyelenggaraan yang melibatkan tokoh agama, budayawan, akademisi, dan masyarakat umum, “Gelar Do’a dan Angkat Budaya Ke-XIV Tahun 2025” diharapkan mampu menjadi ruang kontemplasi dan kebangkitan nilai-nilai kebangsaan.
Paguyuban berharap agar semangat Eyang Raden Sawunggaling terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk mencintai budaya, memperkuat spiritualitas, dan menjaga harmoni sosial di bumi Nusantara.
“Warisan budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, tapi kompas moral yang menuntun langkah kita hari ini,” tutup perwakilan paguyuban.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin