JAKARTA – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjatuhkan sanksi etik kepada lima anggota DPR nonaktif, yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Ahmad Sahroni, dalam sidang pembacaan putusan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Kelima anggota dewan tersebut sebelumnya diadukan ke MKD atas dugaan pelanggaran kode etik, masing-masing tercatat melalui perkara Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.
Dalam putusannya, MKD menyatakan dua di antara mereka, Eko Patrio dan Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik DPR RI dan dijatuhi sanksi berat berupa penonaktifan sementara serta pencabutan hak keuangan selama masa sanksi berlangsung.
Ketua Majelis MKD, Adang Daradjatun, menyampaikan bahwa Eko Patrio dinilai melanggar Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD, serta sejumlah pasal dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik.
“Menyatakan Teradu 4, Eko Hendro Purnomo, terbukti melanggar kode etik DPR RI. Menghukum Teradu 4 nonaktif selama empat bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Amanat Nasional,” ujar Adang dalam sidang terbuka MKD.
Selain itu, MKD juga menegaskan bahwa selama masa penonaktifan, Eko Patrio tidak berhak menerima gaji maupun tunjangan sebagai anggota DPR.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis MKD menilai bahwa aksi joget Eko Patrio dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025 memang tidak bermaksud menghina lembaga atau pihak mana pun. Namun, tindakannya dianggap tidak pantas karena dilakukan dalam forum kenegaraan yang resmi dan disiarkan secara nasional.
MKD juga menyoroti reaksi defensif Eko Patrio setelah videonya viral, terutama ketika ia mengunggah video parodi di akun TikTok pribadinya @ekopatriosuper yang memperlihatkan dirinya berakting sebagai DJ dengan caption, “Biar jogednya lebih keren pakai sound ini aja.”
Majelis menilai unggahan tersebut justru memperkeruh situasi dan menimbulkan kemarahan publik di tengah isu kenaikan tunjangan DPR RI. Meski kemudian Eko telah menyampaikan permintaan maaf, MKD menegaskan agar ia lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan atau ekspresi di ruang publik.
Politikus Partai NasDem, Ahmad Sahroni, menerima sanksi etik paling berat di antara kelima teradu. MKD menyatakan Sahroni melanggar ketentuan yang sama dengan Eko Patrio dan menjatuhkan sanksi nonaktif selama enam bulan tanpa hak keuangan.
“Menghukum Teradu 5, Ahmad Sahroni, nonaktif selama enam bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan sebagaimana keputusan DPP NasDem,” kata Adang Daradjatun.
Dalam pertimbangannya, MKD menilai Sahroni menggunakan pilihan kata yang tidak pantas dan tidak bijaksana ketika menanggapi wacana pembubaran DPR RI. Ucapannya yang menyebut pihak yang ingin membubarkan DPR sebagai “mental orang tolol” dianggap melanggar etika dan merendahkan martabat lembaga perwakilan rakyat.
“Teradu 5 Ahmad Sahroni seharusnya menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana,” tegas anggota MKD, Imron Amin.
Pernyataan Sahroni yang disampaikan dalam kunjungan kerja ke Polda Sumatera Utara pada 22 Agustus 2025 itu sempat memicu gelombang kemarahan publik. Banyak pihak menilai komentar tersebut arogan dan tidak mencerminkan sikap seorang wakil rakyat.
Kasus etik ini berawal dari kontroversi sejumlah anggota DPR RI yang dinilai tidak sensitif terhadap situasi ekonomi masyarakat. Aksi berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI dan pernyataan terkait kenaikan tunjangan anggota DPR RI memicu gelombang protes masyarakat sejak akhir Agustus 2025.
Pada 25 Agustus, ribuan massa berunjuk rasa di depan kompleks parlemen menolak kenaikan tunjangan DPR. Unjuk rasa kemudian berlanjut pada 28 Agustus, yang diwarnai insiden tragis meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring, setelah dilindas mobil taktis Brimob.
Kemarahan publik semakin meningkat ketika sejumlah anggota DPR, termasuk Adies Kadir, Nafa Urbach, dan Surya Utama, dianggap tidak peka dalam merespons kritik terkait isu kesejahteraan wakil rakyat. Hal itulah yang kemudian menjadi dasar laporan etik ke MKD.
Menutup sidang, MKD menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bukti komitmen DPR RI menjaga kehormatan dan martabat lembaga perwakilan rakyat.
“Setiap anggota dewan wajib menjaga perilaku, ucapan, dan tindak tanduknya agar mencerminkan integritas lembaga. Sanksi ini diharapkan menjadi pelajaran agar setiap anggota DPR lebih berhati-hati dan peka terhadap situasi bangsa,” ujar Adang.
Dengan putusan tersebut, MKD berharap tidak ada lagi tindakan atau ucapan yang mencederai kepercayaan publik terhadap parlemen.
Keputusan MKD ini menjadi sinyal tegas bahwa perilaku publik anggota DPR tidak lagi dapat dipisahkan dari tanggung jawab etik mereka sebagai wakil rakyat.
Dalam era keterbukaan informasi dan kepekaan sosial yang tinggi, setiap tindakan dan kata-kata wakil rakyat akan terus diawasi publik, bukan semata dari sisi hukum, melainkan juga dari sisi moral dan empati terhadap rakyat yang diwakilinya.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































