Kopi Bantaeng: Warisan Rasa dari Lereng Lompobattang Sulawesi Selatan

- Jurnalis

Selasa, 18 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA – Di balik kabut tipis yang menyelimuti Gunung Lompobattang, Sulawesi Selatan, tumbuh biji kopi yang menyimpan jejak sejarah panjang dan cita rasa khas. Kopi Bantaeng, yang berasal dari kawasan ini, bukan sekadar minuman bagi masyarakat setempat, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Keistimewaannya tak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga pada kisah yang menghubungkan alam, manusia, dan tradisi.

Keberadaan kopi di Bantaeng diyakini telah ada sejak abad ke-16, ketika pedagang Arab membawa biji kopi ke wilayah ini.

Kopi Bantaeng kemudian berkembang pesat pada masa kolonial Belanda, terutama setelah diterapkannya sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada abad ke-19. Salah satu buktinya adalah varietas Maragogype yang ditemukan di wilayah ini, menandakan bahwa masyarakat setempat telah membudidayakan kopi, jauh sebelum kedatangan varietas Bourbon yang dibawa penjajah.

Dengan warisan yang begitu kaya, kopi Bantaeng akhirnya memperoleh status Indikasi Geografis (IG) pada 2022, sebuah bentuk pelindungan hukum yang mengukuhkan keasliannya dan menjaga kualitasnya dari klaim pihak luar.

Bagi Dirga, seorang petani dan pengusaha kopi di Bantaeng, kopi bukan sekadar komoditas, tetapi bagian dari identitas masyarakatnya. “Kami hidup berdampingan dengan kopi. Kopi ini tumbuh di tanah yang kaya zat besi, yang membuat rasanya lebih manis dibandingkan kopi dari daerah lain,” ujarnya, pada Senin (17/3/2025).

Hasil analisis X-Ray Fluorescence Spectrometry menunjukkan bahwa tanah di wilayah ini mengandung mineral besi (Fe2O3) yang tinggi, berkisar antara 43,38 persen hingga 82,76 persen, sehingga menjadikannya lingkungan ideal untuk pertumbuhan kopi berkualitas tinggi.

Dirga dan para petani lain masih mempertahankan metode pengolahan tradisional, termasuk fermentasi dengan starter bakteri alami yang kini semakin diminati karena menghasilkan cita rasa yang lebih kompleks. Namun, perjalanan Kopi Bantaeng tidak selalu mulus. Medan perkebunan yang sulit dijangkau menjadi tantangan tersendiri bagi para petani.

Selain itu, keterbatasan akses terhadap edukasi dan teknologi membuat sebagian besar petani masih mengandalkan metode budidaya turun-temurun. “Kami butuh lebih banyak pelatihan agar bisa mengelola perkebunan secara lebih profesional dan berkelanjutan,” tambah Dirga.

Meskipun demikian, kesadaran akan pentingnya pertanian ramah lingkungan terus meningkat di kalangan petani Bantaeng.

Salah satu aspek yang membuat kopi Bantaeng unik adalah sistem penanamannya yang harmonis dengan alam. Tanpa perlu menebang pohon atau merusak hutan, tanaman kopi ini tumbuh di celah-celah pepohonan besar yang telah ada sebelumnya. “Kami ingin kopi menjadi bagian dari konservasi alam, bukan malah merusaknya,” tegas Dirga.

Namun, tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah penyusutan lahan hutan di Bantaeng. Dalam tiga dekade terakhir, tutupan hutan yang dulu mencapai 30 persen kini menyusut menjadi kurang dari 15 persen seiring dengan peralihan lahan menjadi ladang kentang dan sayuran lain.

Para petani kopi kini berusaha mengembalikan keseimbangan ekologi dengan menjadikan kopi sebagai pilihan utama dalam pertanian berkelanjutan.

Dalam hal produksi, kopi Bantaeng terus mengalami peningkatan. Tahun lalu, produksi mencapai 4,7 ton, dan tahun ini ditargetkan meningkat menjadi 8 ton.

Harapannya, dalam tiga tahun ke depan, Kopi Bantaeng tidak hanya menguasai pasar domestik, tetapi juga bisa menembus pasar ekspor. Status Indikasi Geografis yang dimiliki kopi ini menjadi salah satu faktor kunci dalam meningkatkan daya saingnya di pasar global.

“Dengan adanya IG, Kopi Bantaeng tetap eksklusif dan tidak bisa diklaim oleh pihak lain. Ini juga memberi jaminan mutu bagi konsumen,” jelas Dirga.

Lebih dari sekadar bisnis, Kopi Bantaeng adalah cerminan dari kearifan lokal dan sejarah panjang yang mengikat masyarakatnya dengan alam. Setiap teguk kopi ini bukan hanya menyajikan kehangatan, tetapi juga membawa cerita tentang perjuangan petani, pelestarian lingkungan, dan upaya mempertahankan warisan budaya.

Dengan pelindungan Indikasi Geografis dan dorongan dari berbagai pihak, Kopi Bantaeng semakin mantap melangkah menuju pengakuan yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Penulis : Fahmy Nurdin

Editor : Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Maybank Syariah dan LPPOM MUI DKI Sertifikasi 500 UMKM: Dorong Ekosistem Halal Jakarta Makin Kuat
Dr. Agung Nugroho Sosok Pembaharu yang Dinilai Layak Pimpin Transformasi Layanan BPJS Ketenagakerjaan
Saba Group Arofah Teken MoU Investasi Pengelolaan Allotment Hotel dan Aplikasi Travel Umrah Digital untuk Periode Penuh Ramadhan
Kratingdaeng Luncurkan Kampanye Satu Energi, Satu Semangat di Sarinah Energi untuk Terus Bergerak Maju
Prisma Rayakan Ulang Tahun Ke-21 Sekaligus Resmikan BRIN Grande LED di Gatot Subroto
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 17:32 WIB

Maybank Syariah dan LPPOM MUI DKI Sertifikasi 500 UMKM: Dorong Ekosistem Halal Jakarta Makin Kuat

Selasa, 11 November 2025 - 21:57 WIB

Dr. Agung Nugroho Sosok Pembaharu yang Dinilai Layak Pimpin Transformasi Layanan BPJS Ketenagakerjaan

Rabu, 8 Oktober 2025 - 22:24 WIB

Saba Group Arofah Teken MoU Investasi Pengelolaan Allotment Hotel dan Aplikasi Travel Umrah Digital untuk Periode Penuh Ramadhan

Minggu, 3 Agustus 2025 - 17:44 WIB

Kratingdaeng Luncurkan Kampanye Satu Energi, Satu Semangat di Sarinah Energi untuk Terus Bergerak Maju

Kamis, 15 Mei 2025 - 20:34 WIB

Prisma Rayakan Ulang Tahun Ke-21 Sekaligus Resmikan BRIN Grande LED di Gatot Subroto

Berita Terbaru