JAKARTA – Memasuki pertengahan tahun 2025, spiritualis sekaligus ahli terawang asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Nyai Dewi Rantian memprediksi serangkaian peristiwa alam dan sosial akan mewarnai perjalanan bangsa Indonesia hingga akhir tahun, bahkan menjelang tahun 2026 yang disebutnya sebagai “Tahun Api“.
Dalam wawancara ekslusif dengan Okjakarta.com, Nyai Dewi Rantian menjelaskan bahwa tahun 2025 berada dalam pengaruh unsur astrologi “Ular Kayu” yang mengandung elemen tanah, air dan api. Kombinasi ini dinilainya dapat memicu meningkatnya intensitas bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, angin kencang, serta kebakaran hutan dan permukiman.
“Sekarang saja di bulan Mei, hujan masih turun meski seharusnya mulai berkurang. Ini pertanda bahwa energi air masih dominan. Longsor pun mulai sering terjadi. Namun, menjelang 2026, api akan sangat aktif. Erosi gunung, kebakaran hutan, dan pemukiman akan meningkat drastis,” jelas Nyai Dewi di Jakarta, Sabtu (24/5).
Waspadai Wilayah Rawan Bencana
Nyai Dewi menyoroti beberapa wilayah yang menurut penglihatannya perlu mendapat perhatian ekstra. Palu di Sulawesi, kawasan timur Pulau Jawa, dan wilayah Sunda disebut sebagai zona rawan gempa dan bencana lainnya.
“Gempa yang cukup besar saya lihat bisa terjadi. Kerugiannya signifikan secara material, meski korban jiwa tidak terlalu banyak. Namun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan,” pesannya.
Tak Hanya Bencana, Juga Guncangan Sosial dan Politik
Lebih jauh, Nyai Dewi juga memprediksi adanya peristiwa besar di dunia selebriti dan politik tanah air. Ia menyebut akan ada seorang artis senior yang berpulang pada akhir tahun, serta terbongkarnya kasus korupsi besar yang melibatkan tokoh politik ternama.
“Ada sosok penting yang akan terseret ke meja hukum. Ini akan menjadi sorotan publik yang luar biasa,” ucapnya tanpa menyebut nama.
Pesan Spiritual: Cintai dan Hormati Alam
Di tengah kekhawatiran akan bencana, Nyai Dewi mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk kembali menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
“Dulu, manusia hidup berdampingan dengan alam, menjaga hutan dan sumber air. Sekarang banyak yang lebih memilih merusak demi keuntungan sesaat. Ini peringatan dari alam, bukan hukuman,” tuturnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan ajakan untuk refleksi diri: “Tanpa alam, tak ada kenyamanan hidup. Mari bersyukur, menjaga, dan menghormati alam sebelum semuanya terlambat.”
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin