JAKARTA – Aktivis sosial Wiwi Lesmana, yang akrab disapa Willa, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan seorang oknum pejabat yang menyamakan organisasi masyarakat (ormas) dengan tindakan premanisme. Menurut Willa, tudingan tersebut tidak berdasar dan justru menutupi praktik tidak etis yang dilakukan oleh segelintir pejabat negara.
“Ormas sering disebut preman, padahal kenyataannya banyak dari kami yang rutin memberikan santunan kepada anak yatim, janda, dan kaum dhuafa. Kami menggelar pengajian, menjaga lingkungan tanpa pamrih dan tanpa gaji dari negara,” tegas Willa, Rabu (21/5).
Willa menilai bahwa stigma negatif terhadap ormas muncul karena pemerintah takut pada peran mereka sebagai kontrol sosial. Ia mengingatkan bahwa sebagian besar ormas lahir dari semangat kebersamaan masyarakat, berlandaskan hukum, dan memiliki struktur yang sah.
“Organisasi masyarakat terbentuk dari perkumpulan suku, agama, adat, dan budaya yang bersatu dan sah secara hukum melalui Kemenkumham. Bagaimana mungkin disebut premanisme?” tegasnya.
Ia juga menyentil para mantan aktivis ormas yang kini menjabat sebagai wakil rakyat namun lupa pada perjuangan dan janji awal mereka. “Setelah menjabat, mereka lupa jadi wakil rakyat yang mana,” sindirnya tajam.
Willa menambahkan bahwa pembubaran ormas secara gegabah justru akan menciptakan ruang kosong yang bisa diisi oleh premanisme sejati—yang lahir dari kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kurangnya perhatian negara.
“Kalau kita bubarkan ormas, justru kita memberi ruang bagi premanisme yang sebenarnya. Karena premanisme lahir dari ketidakadilan,” ujarnya.
Ia mendorong agar pemerintah merangkul dan membina ormas dengan memberikan pelatihan serta pembekalan, agar keberadaan mereka menjadi solusi, bukan masalah.
“Pemerintah dan ormas seharusnya saling merangkul, bukan saling menjatuhkan. Kalau kita ingin Indonesia adil dan beradab, kita harus bersama-sama membangunnya,” tutup Willa
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin