JAKARTA – Kriminalisasi, dikhianati, tapi tak tumbang, perjuangan Advokat melawan mafia Properti. Setelah lebih dari satu dekade berjuang melawan kriminalisasi dan mafia properti, advokat sekaligus aktivis hak asasi manusia Dr. Ike Farida akhirnya berhasil mengungkap dugaan praktik kotor dalam kasus yang menjeratnya. Fakta mencengangkan kini terkuak: dua mantan pengacaranya, Nurindah dan Yahya, diduga kuat terlibat dalam persekongkolan dengan pihak pengembang yang selama ini menjadi lawan hukumnya — PT Elite Prima Hutama (EPH), anak usaha Pakuwon Group.
Awal Konflik: Sengketa Apartemen
Kisah ini bermula pada Mei 2012, saat Ike Farida membeli secara lunas satu unit apartemen di Casa Grande Residence, Jakarta. Namun, alih-alih menerima hak atas unit tersebut, PT EPH menahan kepemilikannya. Alasan yang digunakan dinilai diskriminatif: karena Ike bersuamikan warga negara asing (WNA), yang menurut hukum tidak beralasan menunda kepemilikan atas satuan rumah susun.
Berbekal latar belakang sebagai doktor hukum dari Universitas Indonesia, Ike melawan lewat jalur hukum. Hasilnya tidak main-main — ia memenangkan delapan putusan berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 53/Pdt/2021 yang memerintahkan PT EPH menyerahkan unit dan SHMSRS atas nama Ike Farida.
Kriminalisasi dan Balik Arah Para Pengacara
Namun kemenangan itu justru dibalas dengan pelaporan pidana oleh PT EPH. Ike dituduh memberikan keterangan palsu dan memalsukan akta otentik — tuduhan yang belakangan diduga hanya untuk menghindari kewajiban menyerahkan unit.
Yang lebih mengejutkan, dalam proses pidana itu, dua mantan kuasa hukum Ike, Nurindah dan Yahya, diduga berbalik arah. Keduanya memberikan kesaksian yang justru memberatkan mantan klien mereka sendiri. Dalam pemeriksaan diketahui pula bahwa mereka menjalin komunikasi dan bahkan meminta pihak pengembang menjadi saksi meringankan saat mereka dilaporkan atas pelanggaran etik ke Dewan Kehormatan Peradi.
Dugaan Pelanggaran Etik & Konspirasi
Padahal, dalam pernyataan sebelumnya di pengadilan, baik Nurindah, Yahya, maupun pihak PT EPH menyatakan tidak saling mengenal. Fakta baru menunjukkan sebaliknya. Hubungan yang terjalin antara pengacara dan pengembang ini menimbulkan dugaan kuat adanya konflik kepentingan dan persekongkolan untuk menjatuhkan hak Ike Farida sebagai konsumen dan warga negara.
Atas dasar ini, Ike Farida telah melaporkan keduanya ke Polres Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran Pasal 67 ayat (2) dan (3) UU Advokat serta Pasal 322 KUHP terkait pelanggaran rahasia profesi. Dewan Kehormatan Peradi pun telah menyatakan Nurindah melanggar kode etik profesi, sebuah vonis yang menjadi bukti bahwa pengkhianatan ini bukan sekadar tudingan.
Dukungan dan Pemulihan Nama Baik
Kuasa hukum Ike saat ini, Kamaruddin Simanjuntak, mengecam keras tindakan kedua pengacara tersebut. “Pelanggaran dua pengacara ini mencederai profesi advokat. Saya minta Peradi mencabut lisensi mereka, dan polisi menindak tegas agar tidak ada korban lagi,” ujarnya kepada awak media di Polres Jakarta Selatan.
Kriminalisasi ini sempat membuat Ike ditetapkan sebagai tersangka, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), dan kehilangan hak imigrasinya. Namun perjuangan tak sia-sia. Mahkamah Agung, Dirjen HAM, hingga Komnas Perempuan akhirnya berpihak padanya. Ike kini dinyatakan bebas murni.
Simbol Perlawanan terhadap Mafia Properti
“Ini bukan hanya tentang saya. Ini tentang melawan sistem hukum yang disalahgunakan untuk menindas yang lemah,” tegas Ike Farida. Ia juga mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap pengacara yang tidak berintegritas dan pengembang yang menyalahgunakan kekuasaan.
Kini, perjuangannya telah menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap mafia properti dan oknum dalam profesi hukum. Langkah-langkah hukum terus berjalan, dan satu per satu pihak yang diduga terlibat kini mulai diproses.
Kami terus mengikuti perkembangan kasus ini dan akan menghadirkan berita selanjutnya terkait proses hukum terhadap pihak-pihak terlibat, termasuk pengembang dan pengacara yang diduga melanggar etik serta hukum pidana.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin