JAKARTA – Persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula yang menjerat Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2025). Agenda persidangan kali ini memasuki tahap pembacaan pledoi atau pembelaan dari pihak terdakwa.
Kuasa hukum terdakwa, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., dalam keterangannya disela persidangan menyampaikan bahwa seluruh tuduhan jaksa terhadap kliennya tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, tidak ada satu pun unsur perbuatan melawan hukum yang dapat dibuktikan dalam perkara ini.
“Dalam perkara ini, jaksa mendakwa klien kami dengan dua pasal, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Namun, setelah kami telaah, tidak ada satu pun unsur dari pasal-pasal tersebut yang terpenuhi. Semua tindakan yang dilakukan oleh Pak Hans adalah dalam konteks pelaksanaan penugasan pemerintah, bukan untuk kepentingan pribadi,” ujar Soesilo.
Lebih lanjut, Soesilo menjelaskan bahwa kliennya hanyalah pihak swasta yang ditunjuk untuk melaksanakan importasi gula atas dasar kebijakan pemerintah dalam rangka stabilisasi harga gula nasional. Ia menegaskan, keputusan impor sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah, bukan pelaku usaha.
“Keputusan impor itu domain pemerintah. Klien kami hanya melaksanakan penugasan resmi yang diberikan, mengikuti seluruh prosedur dan membayar bea masuk sebagaimana mestinya. Jadi kalau dibilang ada niat memperkaya diri atau merugikan negara, itu tidak benar,” tegasnya.
Menurut Soesilo, seluruh proses perizinan dan teknis importasi dilakukan melalui rapat koordinasi antarinstansi, di mana pihak swasta hanya hadir sebagai pelaksana kebijakan. Hal ini, katanya, menunjukkan bahwa Hans Falita tidak memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan yang bersifat strategis atau menentukan arah kebijakan impor.
Terkait tuduhan bahwa barang yang diimpor berbeda dengan izin yang diberikan, Soesilo menegaskan hal itu merupakan kesalahan penafsiran. Barang yang diimpor adalah gula kristal mentah (raw sugar) yang kemudian diolah menjadi gula rafinasi di dalam negeri oleh beberapa perusahaan.
“Kita jangan salah paham. Yang diimpor itu bukan gula putih jadi, melainkan gula mentah yang harus diolah lagi di Indonesia. Proses rafinasi dilakukan oleh delapan perusahaan swasta yang justru membantu pemerintah dalam menjaga pasokan. Jadi, tidak ada pelanggaran di situ,” paparnya.
Lebih jauh, Soesilo juga menyoroti aspek hukum yang menurutnya tidak adil, di mana pelaku utama dalam perkara ini, yakni mantan pejabat pemerintah Tom Lembong, justru telah mendapatkan abolisi atau penghapusan proses hukum.
“Kalau pelaku utama sudah diberikan abolisi, maka secara logika hukum, pihak yang disebut turut serta pun seharusnya tidak dapat dipidana. Karena bagaimana mungkin penyertanya diproses, sementara pelaku utamanya sudah dinyatakan tidak bersalah?” ungkapnya.
Ia menilai, kondisi ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam penerapan hukum. Sebab, menurutnya, abolisi terhadap pelaku utama seharusnya diikuti dengan penghentian perkara bagi pihak-pihak lain yang hanya menjalankan kebijakan pemerintah.
Di akhir pernyataannya, Soesilo berharap majelis hakim dapat menilai perkara ini secara objektif dan memberikan putusan bebas murni terhadap kliennya.
“Pak Hans tidak pernah hadir dalam rapat-rapat pengambilan keputusan impor. Semua proses administratif dilakukan oleh bawahannya sesuai prosedur. Jadi, tidak ada alasan hukum untuk menyatakan dia bersalah. Harapan kami, beliau dibebaskan sebagaimana halnya dengan Tom Lembong,” tutup Soesilo.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan jaksa atas pledoi terdakwa pada persidangan berikutnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak jaksa penuntut umum belum memberikan keterangan resmi terkait tanggapan atas pembelaan tersebut.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin