JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran kredit di Bank Negara Indonesia (BNI), Selasa (11/11/2025). Sidang dengan nomor perkara 88-89-90/Pidsus-TPK/2025 itu menghadirkan dua saksi kunci, yakni Elfian Trisna Sundawa, Wakil Pimpinan Cabang (Wapinca) BNI Daan Mogot, dan Hanifah, yang keduanya memberikan keterangan penting terkait mekanisme penyaluran kredit bermasalah di cabang tersebut.
Kuasa hukum terdakwa Lia Hertika Hudayani, Erdi Surbakti, S.H., M.H., seusai sidang menyoroti adanya sejumlah kejanggalan dan potensi miskomunikasi dalam proses pemeriksaan tanggung jawab kliennya terhadap sejumlah kredit surat bawa yang tengah menjadi fokus audit internal BNI.
Menurut Erdi, hasil audit internal bank menemukan adanya 17 nasabah yang memperoleh kredit atas rekomendasi seorang bernama Dedi Hermawan. Temuan ini, kata dia, baru terungkap dalam persidangan hari ini dan belum pernah muncul dalam tahap penyidikan maupun pemeriksaan sebelumnya.
“Dari hasil audit internal itu terungkap ada 17 nasabah yang direkomendasikan oleh Dedi Hermawan. Ini fakta baru yang tidak pernah muncul sebelumnya. Wapinca bahkan sebelumnya menyatakan tidak tahu-menahu soal hal itu,” ujar Erdi Surbakti kepada wartawan usai persidangan.
Ia menilai, terdapat ketidaksesuaian antara keterangan saksi Elfian dengan bukti audit yang dihadirkan di persidangan. Dalam pemeriksaan terdahulu, Elfian disebut mengaku tidak mengetahui adanya rekomendasi kredit dari Dedi Hermawan. Namun, dalam dokumen audit justru tercantum adanya persetujuan atau rekomendasi atas nama yang bersangkutan.
“Keterangan saksi Elfian berbeda dengan bukti audit. Sebelumnya ia mengaku tidak tahu, tapi dokumen jelas menunjukkan ada rekomendasi dari dirinya. Ini harus diklarifikasi lebih lanjut,” tegas Erdi.
Erdi menilai bahwa fakta baru ini memperlihatkan perlunya pendalaman terhadap peran Dedi Hermawan dalam keseluruhan proses penyaluran kredit yang kini berujung pada perkara pidana.
Sementara itu, saksi Hanifah dalam keterangannya di persidangan turut memperkuat dugaan adanya koordinasi internal secara struktural di lingkungan BNI terkait penanganan kredit bermasalah tersebut.
“Dari keterangan Hanifah, terungkap bahwa memang ada komunikasi dengan Wapinca untuk mencari solusi terhadap kredit macet 127 nasabah. Jadi jelas ada mekanisme struktural yang berjalan,” ungkap Erdi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tanggung jawab terhadap kredit bermasalah tidak bisa hanya dibebankan pada satu individu. Berdasarkan informasi yang muncul di persidangan, terdapat rapat rutin setiap minggu sejak 2020 hingga 2023, yang semestinya membahas perkembangan kredit di cabang tersebut.
“Tidak mungkin pejabat Wapinca atau penyelia di BNI tidak mengetahui kondisi kredit-kredit itu. Ada rapat mingguan selama tiga tahun. Artinya, penanganan kredit ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama,” tambahnya.
Erdi pun meminta agar pemeriksaan terhadap Dedi Hermawan dilanjutkan secara lebih mendalam guna menguji konsistensi keterangannya dan memastikan sejauh mana keterlibatannya dalam rekomendasi kredit yang kini dipersoalkan.
“Kami berharap pemeriksaan berikutnya bisa lebih tegas. Kalau memang benar Dedi yang memberikan rekomendasi, maka keterangannya harus diuji secara hukum agar jelas siapa yang paling bertanggung jawab,” pungkasnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan dan penyerahan dokumen pendukung dari pihak terdakwa.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menegaskan proses hukum akan tetap berjalan secara objektif, transparan, dan berdasarkan fakta persidangan.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































