Kuasa Hukum Ali Sanjaya Desak Asas Kesetaraan Hukum Ditegakkan dalam Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula Era Tom Lembong

- Jurnalis

Selasa, 7 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Sabar M. Simamora, S.H., M.H., Kuasa Hukum Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, Ali Sanjaya saat Wawancara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). (Dok-Okj/Fahmy)

Foto: Sabar M. Simamora, S.H., M.H., Kuasa Hukum Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, Ali Sanjaya saat Wawancara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). (Dok-Okj/Fahmy)

JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi impor gula yang menyeret Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, Ali Sanjaya, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

Dalam sidang yang menghadirkan sejumlah saksi dan bukti tambahan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Sabar M. Simamora, S.H., M.H., menyoroti pentingnya penerapan asas kesetaraan di depan hukum (equality before the law) dalam perkara yang juga melibatkan pejabat tinggi di masa lalu.

Kasus ini merupakan kelanjutan dari penyidikan dugaan korupsi impor gula yang terjadi pada era Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.

Sejumlah pihak dari sektor swasta maupun pejabat kementerian disebut turut terlibat dalam kebijakan impor yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.

Ali Sanjaya, yang ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2025, dituding berperan dalam pemberian fasilitas impor kepada perusahaan tertentu secara tidak sah.

Usai persidangan, Sabar M. Simamora menyampaikan pandangan hukumnya kepada awak media. Ia menegaskan bahwa dalam perkara penyertaan tindak pidana (pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP), kedudukan hukum setiap pihak yang dianggap terlibat harus diperlakukan secara setara.

“Kalau kita bicara penyertaan, pelaku utamanya kan Pak Menteri. Prinsip hukum pidana mengatur, jika satu dinyatakan bebas, maka penyertanya juga harus diperlakukan sama. Tidak bisa ada perbedaan hanya karena status atau jabatan,” ujar Sabar.

Menurut Sabar, majelis hakim memiliki tanggung jawab besar untuk menegakkan prinsip keadilan substantif dan keberanian dalam menemukan hukum (Rechtvinding).

Ia menyebut, keputusan hakim dalam perkara ini harus mencerminkan Rechtvinding, keberanian menemukan kebenaran hukum yang tidak sekadar tekstual, melainkan juga kontekstual.

“Majelis hakim punya kewajiban menemukan hukum, bukan sekadar membaca pasal. Jadi mereka harus berani, termasuk jaksa juga, memutuskan berdasarkan kecerdasan hukum dan hati nurani. Kalau pelaku utama dilepaskan, maka penyertanya pun jangan dikorbankan,” tegasnya.

Sabar menambahkan, dasar tuduhan terhadap kliennya bersumber dari kebijakan pemerintah kala itu, bukan dari inisiatif pribadi atau tindakan individual. Menurutnya, Ali Sanjaya hanya menjalankan penugasan dan mekanisme yang telah ditetapkan dalam rangka program impor nasional.

“Ini semua berawal dari kebijakan. Kalau tidak ada penugasan dari kementerian, perusahaan tidak akan melakukan impor. Maka seharusnya, pertanggungjawaban hukum dilihat secara menyeluruh, bukan hanya pada pelaksana teknis,” jelasnya.

Kuasa hukum itu juga berharap majelis hakim mempertimbangkan faktor abolisi kebijakan, yakni bahwa tindakan yang dilakukan berdasarkan mandat resmi pemerintah seharusnya mendapat perlakuan hukum yang proporsional.

“Kita berharap pertimbangan hakim nanti sejalan dengan prinsip abolisi kebijakan. Ini penting untuk menjaga konsistensi hukum pidana dan rasa keadilan bagi semua pihak,” pungkas Sabar.

Sementara itu, tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan kuasa hukum terdakwa.

Sidang lanjutan dijadwalkan kembali pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak terdakwa dan pembacaan analisis hukum tambahan dari jaksa.

Kasus dugaan korupsi impor gula ini menjadi sorotan publik karena dinilai membuka kembali praktik tata niaga pangan di masa lalu yang kerap menimbulkan kerugian negara dan distorsi pasar.

Banyak pihak menilai, hasil persidangan ini akan menjadi tolak ukur penting bagi penegakan hukum di sektor perdagangan dan kebijakan impor nasional.

Penulis: Fahmy Nurdin 

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Kuasa Hukum Lia Hertika Hudayani Soroti Ketidakjelasan Kerugian Negara dan Pertanggungjawaban Kredit BNI
Kuasa Hukum Jimmy Masrin Tegaskan Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus LPEI: Pembiayaan Ekspor Sesuai Penugasan Pemerintah
Kuasa Hukum Deolipa Balik Serang Hotman Paris: Soroti Etika Profesi dan Kewenangan Mabes Polri
Sidang Tipikor LPEI: Kuasa Hukum Jimmy Masrin Tegaskan Tidak Ada Kredit Macet
Sidang Korupsi Impor Gula: Kuasa Hukum Hans Falita Utama Persoalkan Mekanisme Persidangan Online
Eks Dirut Asabri Adam Damiri Ajukan PK, Kuasa Hukum: Putusan Hakim Tidak Cermat
Kuasa Hukum Ira Puspa Dewi Pertanyakan Kompetensi Saksi Ahli KPK di Sidang Tipikor ASDP
Mediasi Lurah Paseban Akhiri Sengketa Sertifikat Dana PPMK

Berita Terkait

Selasa, 7 Oktober 2025 - 18:26 WIB

Kuasa Hukum Ali Sanjaya Desak Asas Kesetaraan Hukum Ditegakkan dalam Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula Era Tom Lembong

Selasa, 7 Oktober 2025 - 15:10 WIB

Kuasa Hukum Lia Hertika Hudayani Soroti Ketidakjelasan Kerugian Negara dan Pertanggungjawaban Kredit BNI

Senin, 6 Oktober 2025 - 22:06 WIB

Kuasa Hukum Jimmy Masrin Tegaskan Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus LPEI: Pembiayaan Ekspor Sesuai Penugasan Pemerintah

Senin, 6 Oktober 2025 - 17:24 WIB

Kuasa Hukum Deolipa Balik Serang Hotman Paris: Soroti Etika Profesi dan Kewenangan Mabes Polri

Jumat, 3 Oktober 2025 - 18:36 WIB

Sidang Tipikor LPEI: Kuasa Hukum Jimmy Masrin Tegaskan Tidak Ada Kredit Macet

Berita Terbaru