JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah akan menyalurkan insentif baru untuk mendorong pertumbuhan sektor otomotif dan properti nasional, dihimpun okjakarta.com, dari berbagai sumber, Minggu (12/10/2025).
Insentif tersebut bakal disalurkan melalui bank-bank milik negara (BUMN), menyusul pemanfaatan dana pemerintah senilai Rp200 triliun yang selama ini mengendap di Bank Indonesia (BI).
Langkah ini, menurut Purbaya, merupakan bagian dari strategi pemerintah mempercepat perputaran likuiditas dan memperkuat daya dorong ekonomi di tengah tantangan global.
“Dari dana yang sudah kita taruh di bank-bank BUMN, sekitar 70 persen sudah terserap, terutama di Bank Mandiri. Sekarang kami sedang mempertimbangkan tambahan dana agar bisa disalurkan ke sektor lain, seperti properti dan otomotif,” ujar Purbaya saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Mandiri Club, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025), sebagaimana disampaikan dalam akun TikTok resminya @purbayayudhis.
Ia menuturkan, pertumbuhan kredit Bank Mandiri mengalami peningkatan signifikan berkat penempatan dana pemerintah tersebut.
“Kreditnya tumbuh dari 8 persen menjadi hampir 11 persen dalam waktu kurang dari sebulan. Ini sinyal positif, artinya stimulus pemerintah sudah mulai terasa dampaknya di ekonomi riil,” jelasnya.
Wacana insentif tersebut kembali ditegaskan Purbaya saat menghadiri penutupan Investor Daily Summit di Jakarta International Convention Center (JICC), Kamis (9/10/2025).
Ia menegaskan, pemerintah memberikan kebebasan kepada perbankan untuk menyalurkan dana penempatan tersebut ke sektor-sektor produktif. Namun, ia menegaskan satu hal yang tidak boleh dilakukan: membeli dolar Amerika Serikat (AS).
“Bank boleh menyalurkan ke mana saja, ke properti, otomotif, pertanian, atau industri, silakan. Tapi kalau duit itu dipakai buat beli dolar, saya akan tindak. Itu sama saja membiayai pelemahan rupiah,” tegas Purbaya.
Menurutnya, pembelian dolar menggunakan dana pemerintah dapat dikategorikan sebagai bentuk “sabotase” terhadap kebijakan fiskal dan moneter nasional.
“Saya ini juga pengawas Danantara (Lembaga Pengawasan Keuangan dan Investasi Negara), jadi kalau ada direksi bank BUMN main-main beli dolar pakai uang negara, bisa saya sikat,” katanya menegaskan.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, membeberkan bahwa tingkat penyerapan dana pemerintah di bank-bank BUMN tergolong tinggi.
Hingga awal Oktober 2025, Bank Mandiri tercatat menjadi lembaga dengan serapan tertinggi, mencapai 74 persen dari total penempatan sebesar Rp55 triliun.
Sementara itu, BRI telah menyerap 62 persen, BNI 50 persen, BTN 19 persen, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) 55 persen.
Seluruh dana tersebut disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor-sektor produktif di ekonomi riil, termasuk UMKM, industri pengolahan, dan perdagangan.
Berikut rincian penempatan dana pemerintah di lima bank BUMN:
• PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI): Rp55 triliun
• PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI): Rp55 triliun
• PT Bank Mandiri (Persero) Tbk: Rp55 triliun
• PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN): Rp25 triliun
• PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI): Rp10 triliun
Kementerian Keuangan menilai kebijakan ini akan menjadi katalis untuk mempercepat pemulihan ekonomi, terutama di sektor properti dan otomotif yang memiliki efek berantai luas terhadap industri turunan lainnya.
Kedua sektor tersebut dikenal mampu menyerap banyak tenaga kerja sekaligus menjadi motor penggerak konsumsi domestik.
“Dengan tambahan likuiditas dan dukungan kredit yang tepat sasaran, kami harap sektor properti dan otomotif bisa tumbuh lebih cepat. Ini juga akan memperkuat kontribusi sektor riil terhadap PDB nasional,” ujar Febrio.
Pemerintah berkomitmen memastikan dana likuiditas yang ditempatkan di perbankan tidak mengendap, melainkan benar-benar disalurkan ke kegiatan produktif.
Insentif ini diharapkan dapat menstimulasi permintaan kredit baru di tengah tren suku bunga global yang mulai menurun.
Langkah Purbaya ini mendapat perhatian luas dari kalangan pelaku ekonomi. Sejumlah ekonom menilai pendekatan tersebut cukup berani namun realistis, mengingat pemerintah kini lebih proaktif dalam menggerakkan ekonomi dari sisi fiskal.
Dengan kebijakan baru ini, sektor otomotif dan properti diyakini akan kembali menggeliat pada kuartal akhir 2025, seiring meningkatnya daya beli masyarakat dan tersedianya akses kredit yang lebih longgar dari bank-bank BUMN.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin