JAKARTA – Pengadilan Tipikor Ungkap Sejumlah Penyimpangan dalam Kasus Korupsi Pembiayaan Ekspor LPEI, Kuasa Hukum Jimmy Masrin Tegaskan Sengketa Bersifat Perdata
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank, Jumat (17/10/2025).
Sidang kali ini menghadirkan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan teknis terkait dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Petro Energy, perusahaan yang dipimpin oleh Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Masrin.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, saksi ahli menjelaskan hasil audit yang dilakukan terhadap sejumlah fasilitas kredit modal kerja (KMK) yang diberikan oleh LPEI kepada PT Petro Energy. Audit tersebut menemukan adanya penyimpangan prosedural dan administratif dalam pemberian fasilitas pembiayaan ekspor.
Menurut ahli, proses penyaluran dana kepada PT Petro Energy dilakukan dalam beberapa tahap, yakni KMK 1 senilai USD 22 juta, KMK 2 sebesar Rp400 miliar, dan tambahan KMK 2 senilai Rp200 miliar. Namun, seluruh pencairan tersebut dinilai tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan pembiayaan yang berlaku.
“Kontrak dan transaksi penjualan solar antara PT Petro Energy dengan PT Apex Indopacific dan PT Okareli Next Pratama yang dijadikan dasar pemberian fasilitas pembiayaan ternyata fiktif,” ujar saksi ahli dalam persidangan.
Selain itu, unit bisnis LPEI sebagai pengusul fasilitas disebut tidak melakukan verifikasi dan validasi yang memadai terhadap data kontrak dan agunan, termasuk inspeksi barang (merchandise inspection) terhadap persediaan serta piutang PT Petro Energy.
Lebih lanjut, analisis keuangan yang menjadi dasar pemberian kredit juga dinilai tidak akurat karena disusun berdasarkan kontrak fiktif.
Audit menemukan pula bahwa sebagian pencairan kredit justru digunakan untuk keperluan lain di luar perjanjian, serta adanya keterlibatan bisnis perusahaan lain (PT MAS) yang mengalami gagal bayar dan masuk dalam proses PKPU.
Saksi ahli juga menyebutkan bahwa unit risiko bisnis LPEI selaku pihak reviewer tidak memberikan peringatan atau reminder kepada unit pengusul meskipun sejumlah syarat administrasi dan jaminan belum terpenuhi oleh debitur.
“Direktur eksekutif dan pelaksana di LPEI tetap memberikan persetujuan pembiayaan meski rasio keuangan PT Petro Energy di bawah satu, yang seharusnya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas tambahan,” lanjutnya.
Ahli menegaskan, seluruh temuan tersebut telah dituangkan secara lengkap dalam laporan audit resmi, termasuk perincian pencairan, bunga, dan outstanding terakhir dari pinjaman yang diberikan.
Disela persidangan saat break, kuasa hukum Jimmy Masrin, Waldus Situmorang, S.H., M.H., memberikan tanggapan di hadapan awak media. Menurutnya, perkara yang sedang diperiksa seharusnya tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, melainkan murni sengketa keperdataan.
“LPEI adalah lembaga keuangan negara, tetapi bukan BUMN yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. LPEI memiliki undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009. Dalam aturan itu jelas, hubungan antara LPEI dan debitur adalah hubungan keperdataan dalam bentuk pinjam meminjam uang,” tegas Waldus.
Ia menjelaskan bahwa dalam hukum perdata, apabila terdapat kekurangan syarat dalam perjanjian atau kelalaian dalam pelaksanaan, maka penyelesaiannya adalah ganti rugi melalui mekanisme perdata, bukan pidana.
“Perjanjian kredit adalah hubungan privat antar subjek hukum, baik orang maupun badan hukum. Jadi, tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana, karena tidak ada unsur publik di dalamnya,” lanjutnya.
Pernyataan kuasa hukum tersebut menegaskan adanya perdebatan mendasar antara penegak hukum dan pihak pembela terkait batasan antara kesalahan administratif dan perbuatan pidana dalam konteks pengelolaan lembaga keuangan negara.
Sementara itu, tim JPU KPK menilai bahwa serangkaian penyimpangan tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara dan memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor LPEI ini dijadwalkan kembali digelar pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak internal LPEI.
Dengan demikian, perkara ini masih terus bergulir dan menjadi sorotan publik, karena menyangkut tata kelola lembaga keuangan negara yang memiliki mandat strategis dalam mendukung ekspor nasional.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin