JAKARTA – Kuasa hukum terdakwa Danny Praditya, FX. L. Michael Shah, S.H., menegaskan bahwa dana advance payment sebesar 15 juta dolar AS dalam perkara kerja sama antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT ISARGAS Energi (IAE) bukan merupakan dana akuisisi, melainkan bagian dari transaksi jual beli gas (PJBG) yang sah secara bisnis maupun hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan usai sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yang menghadirkan auditor internal PGN, Helmy Setyawan, sebagai saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurut Michael Shah, sejak awal telah terjadi kekeliruan mendasar dalam hasil audit internal PGN yang dijadikan dasar oleh JPU. Audit tersebut, katanya, mengasumsikan dana advance payment digunakan untuk akuisisi, padahal seluruh dokumen resmi menunjukkan transaksi tersebut merupakan pembayaran di muka untuk jual beli gas.
“Dari awal sudah ada kesalahan menurut kami. Hasil audit internal mengasumsikan uang itu untuk akuisisi, padahal jelas-jelas itu advance payment untuk jual beli gas. Semua dokumen perjanjian, invoice, hingga laporan keuangan PGN, sah dan mendukung hal tersebut. Bahkan saksi akhirnya mengakui tidak ada satu pun dokumen yang menunjukkan adanya akuisisi,” tegas Michael Shah di hadapan awak media, Kamis (13/11/2025).
Ia menambahkan, audit internal yang dijadikan rujukan oleh penuntut tidak dilakukan secara komprehensif dan objektif. Audit tersebut hanya berlangsung selama tujuh hari, tanpa memanggil para pengambil keputusan atau mantan direksi PGN yang menandatangani kesepakatan kerja sama pada saat itu.
“Auditnya tidak melibatkan pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung atas transaksi tersebut. Kalau direksi dipanggil dan dimintai klarifikasi, hasilnya tentu berbeda. Karena itu, kesimpulan audit jadi menyesatkan dan menggiring opini bahwa direksi tidak memahami mekanisme akuisisi, padahal justru sebaliknya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Michael menjelaskan bahwa kerja sama PGN dengan ISARGAS merupakan keputusan bisnis murni yang diambil untuk menjaga pasokan gas di wilayah Jawa Timur, sekaligus mempertahankan pelanggan industri agar tidak beralih ke pesaing lain.
“Forecast tahun 2019 sudah menunjukkan potensi kekurangan pasokan gas di Jawa Timur. Direksi PGN mengambil langkah strategis: menambah pasokan, memperkuat jaringan, dan mempertahankan konsumen agar tidak pindah ke Pertagas yang menawarkan harga lebih murah. Jika jaringan gas ISARGAS jatuh ke pihak lain, potensi kehilangan pendapatan PGN bisa mencapai 50 juta dolar per tahun,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pemberian advance payment merupakan bagian dari strategi pengamanan pasokan dan pasar (supply & market security) yang lazim dilakukan dalam industri energi.
Menanggapi tudingan adanya potensi kerugian negara akibat dana advance payment yang belum sepenuhnya kembali, Michael menilai pandangan tersebut keliru. Ia menyebut jaminan aset berupa pipa memiliki nilai lebih tinggi, yaitu sekitar 23 juta dolar AS, sehingga secara bisnis, kerugian telah tertutup oleh nilai jaminan tersebut.
“Pipa yang dijadikan jaminan nilainya 23 juta dolar. Jadi kalau dikonversi menjadi aset PGN, potensi kerugian otomatis tertutup. Bahkan dalam empat bulan saja bisnis berjalan, nilai kerugian itu sudah hilang,” terangnya.
Selain itu, kata Michael, mitigasi risiko telah disiapkan secara matang melalui sejumlah instrumen hukum, seperti jaminan fidusia pipa, parent company guarantee, serta berbagai dokumen legal yang memperkuat posisi PGN sebagai pihak pembeli gas.
Dalam persidangan, saksi Helmy Setyawan selaku auditor internal PGN menjelaskan hasil audit yang menyebut adanya kemungkinan dana advance payment digunakan untuk akuisisi ISARGAS. Namun, setelah mendapat serangkaian pertanyaan dari tim penasihat hukum, saksi akhirnya mengakui tidak memiliki dokumen pendukung yang secara eksplisit menyatakan hal tersebut.
Majelis hakim pun menyoroti keterbatasan waktu audit yang dilakukan hanya tujuh hari dan tidak melibatkan direksi aktif maupun mantan pejabat PGN yang berwenang pada periode transaksi berlangsung.
Sidang perkara ini akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan dari pihak JPU, termasuk rencana pemanggilan mantan Direktur Utama PGN, Adi Munandir, untuk memberikan keterangan tambahan terkait proses dan dasar pengambilan keputusan kerja sama tersebut.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































