JAKARTA – Sidang perkara penganiayaan yang dilakukan oleh anak dari Bos toko roti “Lindayes Pattiserie & Coffe” (Lindayes) terhadap karyawan, kali ini dengan agenda menghadirkan dua saksi, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin (17/3/2025).
Saksi korban satu, Ayu Dwi Darmawati dan Saksi dua Cuita vivianasani. Kedua saksi merupakan karyawan toko roti Lindayes. Dalam keterangan saksi korban dipersidangan, Ia mengalami luka sobek dikepala dan hampir sekujur badan mengalami luka lebam yang dilakukan terdakwa George Sugama Halim (GSH; 35 th).
“Karena kesal saya tolak dia (GSH) karena minta antar makanan kekamar terdakwa dia marah, Dia memukul saya pakai loyang kue terus melempar mesin EDC, melempar kursi,” ujar saksi Korban Ayu.
Korban mengalami luka sobek dikepala terkena loyang kue dengan cara dipukulkan ke terdakwa, dan lenparan kursi terkena tangan dan dada korban dan lemparan kedua yang dilakukan terdakwa mengenai pinggang korban hingga memar dan lebam.
Saat GSH mengamuk dan menganiaya Ayu, para pegawai yang lain hanya bisa diam dan memilih mendokumentasikan dengan video handphone.
Dalam rekaman video yang viral, tampak jelas George melemparkan kursi dan mesin EDC untuk pembayaran ke arah Ayu. Saat itu, pegawai lainnya hanya bisa menangis ketakutan. Sementara itu, orangtua dari GSH menarik Ayu ke luar toko untuk menyelamatkannya.
“Penganiayaan cukup lama berlangsung sekira 3 jam, dari jam 21.00 WIB sampai jam 23.00 WIB,” terang saksi korban Ayu.
Sementara saksi Cuita menerangkan di persidangan, tidak melihat lamanya penganiayaan terhadap korban Ayu Darmawati.
“Saya hanya melihat kalau kepala korban sudah berlumuran darah dan menangis ketakutan,” kata saksi Cuita.
Majelis hakim mengulang mempertanyakan kepada saksi korban, sebenarnya kemarahan itu bukan terhadap saksi korban tapi pada karyawan yang lain. Sebagai apa saudara saksi korban bekerja di toko tersebut.
“Sebagai Kasir, di toko roti Lindayes,” ujar saksi korban Ayu menjawab pertanyaan Majelis hakim.
Masih sekitar pertanyaan hakim pada saksi korban apakah semua barang bukti (BB) yang ada dibawa jaksa diruang persidangan semua ada.
“Iya yang mulia masih dalam satu ruangan toko,” kata saksi korban Ayu.
Saksi korban Ayu menerangkan di persidangan bahwa terdakwa GSH, bila perintahnya tidak di turuti terdakwa akan mengamuk.
Kemudian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertanyakan kepada saksi korban Ayu Dwi Darmawati, apakah benar terdakwa GSH yang melakukan penganiayaan terhadap anda.
“Iya benar ibu Jaksa,” kata saksi korban Ayu menjawab pertanyaan JPU.
Lebih lanjut JPU kembali bertanya, apa yang dialami Ayu saat peristiwa itu terjadi. “Saya mengalami pemukulan loyang kue dan pelemparan kursi dan mesin EDC,” ujar saksi korban.
Dalam persidangan penasehat hukum terdakwa GSH meminta JPU untuk membacakan hasil visum dari rumah sakit.
“Berdasarkan Surat Visum Et Repertum (VER) Nomor: R/717/VER-PPT-KFD/X/2024/SVM tanggal 18 Oktober 2024 yang ditandatangani dr. Nadira, dokter pada Rumah Sakit Bhayangkara TKI Pusdokkes Polri telah melakukan pemeriksaan seorang korban yang menurut surat permintaan visum tersebut adalah, Nama, Dwi Ayu Darmawati Kp. Bulak No. 3 RT. 007 RW. 015. Kel Klender Kec. Duren Sawit,” papar JPU.
Sambung JPU, Kesimpulan Visum, telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang perempuan yang berusia sembilan belas tahun. Pada pemeriksaan ditemukan luka-luka terbuka pada kepala terdapat memar pada tangan kanan, perut, dan kaki kiri, pembengkangan pada tangan kiri akibat kekerasan tumpul.
“Luka-luka tersebut telah menimbulkan penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan, jabatan /pencaharian untuk sementara waktu,” ungkap JPU.
Di akhir persidangan terdakwa GSH meminta maaf kepada saksi korban Ayu. “Sudah saya maafkan, tetapi tetap proses hukum berlanjut,” kata Ayu.
Karena saksi fakta merupakan kedua orang tua dari terdakwa GSH, penasehat hukum terdakwa meminta supaya saksi fakta tidak diperlukan, karena keterangan sudah pasti sama dengan keterangan saksi korban.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin