Diduga Proyek Gedung Satpol PP DKI: Mewabahnya Adendum dan Potensi Kerugian Negara

- Jurnalis

Selasa, 17 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

JAKARTA – Proyek pembangunan Gedung Kantor Satpol PP DKI Jakarta yang dikerjakan oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Permukiman (CKTRP) kembali menjadi sorotan publik. Tidak hanya karena ketidaksesuaian dengan ketentuan yang ada, tetapi juga karena adanya dugaan pelanggaran yang bisa berpotensi merugikan negara. Sebuah proyek senilai Rp30,2 miliar ini, yang dilaksanakan oleh PT DJ, nampaknya mengalami berbagai masalah serius yang menuntut perhatian lebih dari semua pihak terkait.

Terlalu Banyak Adendum: Sebuah Indikasi Perencanaan yang Buruk?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut akademisi dan pengamat kebijakan publik, Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., yang mengutip temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2023, proyek ini mengalami sejumlah ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku. Awy menegaskan bahwa adendum kontrak yang mencapai empat kali ini menunjukkan ketidakmampuan perencanaan yang matang sejak awal. Proyek yang seharusnya selesai lebih cepat, malah terhambat dan terus mengalami perpanjangan waktu.

“Justifikasi teknis yang digunakan untuk memperpanjang waktu pelaksanaan justru lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan administratif, bukan pada substansi yang seharusnya. Hal ini jelas menunjukkan perencanaan yang tidak cermat, dan lebih mengedepankan rutinitas daripada kebutuhan mendasar proyek,” ujar Awy kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).

Proyek ini, yang dimulai pada 18 April 2023, semula direncanakan selesai lebih cepat. Namun, akibat perpanjangan waktu hingga 18 Mei 2024, progres pekerjaan pada 31 Desember 2023 baru mencapai 67,4%. Ironisnya, meskipun progres masih jauh dari harapan, pembayaran yang sudah dilakukan mencapai Rp18,8 miliar atau sekitar 62,3% dari nilai kontrak. Sebuah ketimpangan yang sangat memprihatinkan.

Melanggar Aturan: Ketidakpatuhan terhadap Regulasi yang Membahayakan Negara

Lebih jauh, Awy Eziary mengkritik bahwa pemberian kesempatan penyelesaian untuk ketiga kalinya jelas melanggar ketentuan dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK). Peraturan tersebut mengatur bahwa jika pada kesempatan kedua kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan, maka langkah pemutusan kontrak seharusnya diambil. Namun, bukannya diambil langkah tegas, proyek ini justru diperpanjang lagi.

“Ketidakpatuhan terhadap regulasi ini membuka celah bagi potensi kerugian negara yang lebih besar. Harus ada tindakan lebih tegas untuk menegakkan aturan dan menghindari pemborosan anggaran negara,” tambah Awy dengan tegas.

Sanksi Keterlambatan Tidak Dikenakan: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Laporan BPK Perwakilan DKI Jakarta juga menyoroti temuan penting lainnya. Dalam adendum kontrak tersebut, tidak tercantumkan sanksi denda keterlambatan atau perpanjangan masa berlaku jaminan pelaksanaan. Akibatnya, denda keterlambatan yang seharusnya dikenakan kepada penyedia sebesar Rp1,4 miliar tidak dilakukan. Selain itu, jaminan pelaksanaan yang nilainya mencapai Rp1,9 miliar juga belum diterima oleh pihak berwenang. Ini jelas menunjukkan adanya kelalaian serius dalam pengelolaan proyek.

“Kelalaian seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan ketidakseriusan pihak terkait dalam menuntut tanggung jawab dari kontraktor. Pemerintah harus memastikan kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan yang terjadi dan mencegah kerugian negara,” ujar Awy.

Tindak Lanjut yang Diharapkan: Perbaikan Pengelolaan Proyek Infrastruktur

Melihat berbagai permasalahan tersebut, Awy mengimbau agar pihak terkait, khususnya Dinas CKTRP dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), segera melakukan evaluasi dan perbaikan dalam mekanisme pengelolaan proyek. Pembangunan infrastruktur seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan pelayanan publik, bukan menjadi ajang penyimpangan yang merugikan negara dan masyarakat.

“Proyek ini harus menjadi pembelajaran agar ke depannya, pengelolaan proyek infrastruktur benar-benar transparan dan akuntabel. Proyek pemerintah jangan sampai menjadi celah penyimpangan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ujar Awy menutup pembicaraan.

Harapan Besar untuk Pengawasan yang Ketat

Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pemerintah sangatlah penting. Jangan sampai lemahnya pengawasan justru menjadi pintu masuk bagi pemborosan anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.(*)

Berita Terkait

Momentum Ramadhan, Pokja PWI Walikota Kota Jakpus Jalin Kebersamaan Lewat Buka Puasa Bersama
Akan Gelar Aksi Damai Warga Rorotan Tolak Pabrik Sampah RDF,
Wali Kota bersama Baznas Bazis Jakpus Gelar Berkah Ramadan
Arifin, Wali Kota Jakpus Tinjau Kebakaran Pasar Poncol
Kebakaran Landa 40 Kios di Bungur, 23 Unit Damkar di Terjunkan
Sijago Merah Melalap Kawasan Pasar Poncol Senen
Reklame Ilegal di Grogol Jakarta Barat, Bukti Lemahnya Satpol PP dalam Penegakan Perda
Rakornas Desa 2025, Ketua Umum Desa Bersatu: Dukung Koperasi Desa Merah Putih

Berita Terkait

Rabu, 19 Maret 2025 - 19:30 WIB

Momentum Ramadhan, Pokja PWI Walikota Kota Jakpus Jalin Kebersamaan Lewat Buka Puasa Bersama

Selasa, 18 Maret 2025 - 17:04 WIB

Akan Gelar Aksi Damai Warga Rorotan Tolak Pabrik Sampah RDF,

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:57 WIB

Wali Kota bersama Baznas Bazis Jakpus Gelar Berkah Ramadan

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:41 WIB

Arifin, Wali Kota Jakpus Tinjau Kebakaran Pasar Poncol

Selasa, 18 Maret 2025 - 07:13 WIB

Kebakaran Landa 40 Kios di Bungur, 23 Unit Damkar di Terjunkan

Berita Terbaru

Nasional

Dudung Abdurrachman Resmi Buka Rakornas Desa 2025

Rabu, 19 Mar 2025 - 03:41 WIB