JAKARTA – Dalam dunia jurnalistik yang terus bergerak cepat di era digital, kisah perjalanan Matyadi menjadi cerminan bahwa semangat dan kejujuran tetap menjadi fondasi utama profesi wartawan. Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kejaksaan & Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dalam tulisannya yang berjudul “Matyadi: Dari Percetakan ke Dunia Jurnalistik, Menulis dengan Hati dan Pengalaman”, menggambarkan sosok Matyadi sebagai pribadi yang tumbuh dari akar kerja keras dan ketulusan, Senin (13/10/2025).
Di sebuah sudut kota yang dipenuhi suara deru mesin cetak, Matyadi memulai langkah hidupnya. Dunia percetakan bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan ruang pembelajaran tentang ketelitian, disiplin, dan tanggung jawab. Aroma tinta dan tumpukan kertas yang setiap hari ia hadapi menjadi saksi perjalanan seorang anak muda yang perlahan jatuh cinta pada dunia tulisan.
Setiap lembar hasil cetak memiliki makna tersendiri baginya. “Setiap kertas yang keluar dari mesin cetak adalah pesan,” ucap Matyadi dalam sebuah kesempatan. “Dan pesan itu bisa mengubah cara pandang seseorang.”
Dari sanalah benih kecintaannya terhadap dunia informasi mulai tumbuh. Ketika ia mencetak buletin komunitas setempat, rasa ingin tahunya pada isi berita yang ia cetak semakin besar. Ia mulai membaca, memahami struktur berita, dan pada akhirnya, merasa terpanggil untuk menulis sendiri. Bagi Matyadi, menulis bukan sekadar menyusun kata, tetapi menghidupkan pesan di balik fakta.
Langkah awalnya di dunia jurnalistik tidaklah mudah. Di pagi hari ia masih mengurus percetakan, memastikan mesin bekerja sempurna dan pelanggan puas, sementara di siang hingga sore, ia terjun langsung ke lapangan mencari berita. Dari suara mesin cetak ia berpindah ke riuhnya suara masyarakat. Ia belajar mendengarkan, mencatat, dan menuliskan setiap realitas yang ditemuinya dengan hati.
“Percetakan mengajarkanku tentang presisi,” katanya suatu kali, “sementara jurnalistik mengajarkanku arti kejujuran.”
Kombinasi dua dunia itu membentuk karakter Matyadi yang khas: presisi dalam menulis, tajam dalam berpikir, namun tetap lembut dalam menyampaikan. Ia tidak hanya menguasai teknis jurnalistik, tetapi juga memiliki kesadaran etis bahwa berita bukan sekadar informasi, melainkan tanggung jawab moral kepada publik.
Kini, Matyadi dikenal sebagai figur yang mampu menjembatani dua profesi yang tampak berbeda, percetakan dan jurnalistik menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Ia adalah pengusaha yang disiplin dan wartawan yang berpihak pada kebenaran. Baginya, tinta tidak hanya untuk mencetak kertas, tetapi juga menorehkan nilai, perjuangan, dan suara rakyat.
Dalam setiap tulisannya, Matyadi berusaha menghadirkan keseimbangan antara fakta dan empati. Ia menulis dengan hati, menyelami kisah masyarakat kecil, dan menyuarakan mereka yang sering tak terdengar. Sikap itulah yang membuatnya disegani baik di kalangan rekan seprofesi maupun masyarakat yang mengenalnya.
Matyadi membuktikan bahwa perjalanan karier tidak selalu lurus dan cepat, tapi bisa bermakna jika dijalani dengan kejujuran dan semangat belajar. Dari ruang percetakan yang berdebu hingga meja redaksi yang penuh catatan, ia menapaki jalan panjang menuju jurnalisme yang beretika dan berjiwa.
“Menulis itu bukan soal siapa yang paling cepat menyampaikan berita,” katanya, “tapi siapa yang paling tulus menyampaikan kebenaran.”
Dengan prinsip itu, Matyadi terus menorehkan jejak di dunia jurnalistik Indonesia, tinta perjuangannya kini tak lagi sekadar mencetak huruf, tapi menghidupkan makna di setiap kata. (Erfan Pratama, Ketua Pokja PWI Kejaksaan & Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin