JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero Tbk dan PT Isar Gas Energi (IAE) untuk periode 2017–2021 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025). Agenda kali ini menghadirkan dua saksi kunci yang diminta Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerangkan proses bisnis, mekanisme pengaliran gas, hingga struktur penjaminan dalam hubungan komersial kedua perusahaan.
Saksi Dirut PGN Jelaskan Skema Kerja Sama dan Penjaminan
Salah satu saksi yang dipanggil yaitu Jobi Triananda Hasjim, Direktur Utama PT PGN Persero Tbk. Di hadapan majelis, Jobi memaparkan dasar hubungan kontraktual PGN–IAE, kebutuhan pasokan gas nasional, serta alasan dilakukannya kerja sama untuk memperkuat suplai wilayah Jawa Timur.
Jobi juga menerangkan adanya parent company guarantee (PCG) dalam kerja sama tersebut. PCG berfungsi sebagai jaminan dari perusahaan induk jika anak usaha tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran.
“Skema PCG adalah praktik umum dalam industri energi, termasuk migas,” ujar Jobi ketika menjelaskan instrumen penjaminan tersebut kepada jaksa dan hakim.
Kuasa Hukum Terdakwa Danny: Konteks Bisnis PGN Tidak Boleh Dipisahkan
Usai sidang, salah satu penasihat hukum terdakwa Danny Praditya, FX. L. Michael Shah, S.H., memberikan keterangan kepada media. Ia menilai sejumlah keterangan saksi perlu dilihat dalam konteks PGN sebagai perusahaan negara yang wajib menjaga ketersediaan gas.
“PGN harus mengamankan pasokan energi nasional. Itu mandat negara. Penempatan skema jaminan seperti fidusia Rp16 miliar atau PCG adalah hal yang sepenuhnya lazim dalam bisnis energi,” jelas Michael.
Ia menegaskan bahwa instrumen tersebut tidak dapat langsung dikategorikan sebagai kerugian negara karena secara hukum merupakan mekanisme mitigasi risiko yang disetujui kedua pihak.
Berkaca pada Regulasi: Pelanggaran Administratif Bukan Tindak Pidana
Michael juga menyinggung kerangka regulasi sektor gas bumi. Ia merujuk Peraturan Menteri yang mengatur alokasi dan pemanfaatan gas, termasuk sanksi pada Pasal 31.
“Sanksinya administratif, bukan pidana. Bentuknya teguran tertulis atau pembatalan penetapan alokasi. Jadi kalau ada pelanggaran administratif, itu tidak otomatis menjadi tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi bagian dari strategi pembelaan bahwa sengketa bisnis dalam transaksi energi tidak dapat serta-merta diarahkan sebagai perbuatan melawan hukum.
Kilasan Sidang Sebelumnya: Pembela Tegaskan Advance Payment Bukan Dana Akuisisi
Dalam sidang sebelumnya pada Kamis (13/11/2025), kuasa hukum terdakwa Danny, FX. L. Michael Shah, S.H., juga menyampaikan bantahan tegas terhadap kesimpulan audit internal PGN yang menjadi dasar dakwaan jaksa.
Menurutnya, advance payment sebesar 15 juta dolar AS bukan dana akuisisi, melainkan pembayaran di muka dalam transaksi Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
“Hasil audit mengasumsikan itu akuisisi, padahal seluruh dokumen menunjukkan itu murni advance payment untuk jual beli gas. Tidak ada satu dokumen pun yang mendukung adanya akuisisi,” tegas Michael.
Audit Dinilai Tidak Komprehensif
Michael juga mengkritik proses audit internal yang dilakukan hanya dalam tujuh hari serta tidak melibatkan direksi PGN yang menandatangani perjanjian pada periode tersebut.
“Sifat auditnya tidak komprehensif. Direksi yang mengambil keputusan tidak pernah dipanggil. Ini membuat kesimpulan audit menjadi menyesatkan,” ujarnya.
Majelis hakim pun sempat menyoroti hal tersebut, terutama keterbatasan waktu audit dan ketiadaan keterangan dari pejabat utama PGN yang memiliki otoritas dalam proses kerja sama.
Latar Belakang Bisnis PGN: Amankan Pasokan dan Cegah Kehilangan Pelanggan
Michael menjelaskan bahwa keputusan kerja sama dengan IAE merupakan strategi bisnis untuk mencegah kekurangan pasokan gas di Jawa Timur dan menghindari pelanggan industri beralih ke pesaing.
“Forecast 2019 menunjukkan potensi defisit gas. PGN harus menjaga pasokan dan mempertahankan pelanggan strategis. Jika jaringan ISARGAS jatuh ke tangan pihak lain, PGN berpotensi kehilangan pendapatan hingga 50 juta dolar per tahun,” jelasnya.
Advance payment disebut sebagai instrumen yang lazim untuk memastikan pasokan gas dan menjaga pasar (supply & market security).
Nilai Jaminan Pipa Lebih Besar dari Dana yang Diberikan
Terkait dugaan kerugian negara, Michael menyebut jaminan berupa pipa memiliki nilai sekitar 23 juta dolar AS, lebih besar daripada advance payment yang belum seluruhnya kembali.
“Nilai jaminan pipa sudah menutup potensi kerugian. Bahkan dalam empat bulan operasi, bisnis sudah menghasilkan nilai yang mengompensasi potensi kerugian itu,” katanya.
Sidang Berlanjut Pekan Depan
Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari JPU, termasuk rencana pemanggilan mantan Direktur Utama PGN, Adi Munandir, yang dinilai memiliki peran strategis dalam proses pengambilan keputusan kerja sama PGN–IAE.
Perkara ini masih menjadi sorotan publik karena menyangkut sektor gas yang merupakan salah satu pilar ketahanan energi nasional.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































