JAKARTA – Seratus hari pertama masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Pramono dan Wakil Gubernur Dul mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat sipil. Dalam konferensi pers yang digelar hari ini, Koalisi Warga Jakarta menyampaikan delapan catatan kritis yang menilai kinerja pemerintah provinsi belum mencerminkan janji-janji kampanye yang pernah diucapkan pasangan pemimpin ibu kota tersebut.
Jeanny Sirait, juru kampanye keadilan iklim, membuka pernyataan dengan menyoroti kegagalan dalam pengelolaan wilayah pesisir. “Janji untuk mengganti konsep Giant Sea Wall menjadi Giant Mangrove tidak terealisasi. Justru pembangunan tanggul laut tetap dilanjutkan, menyebabkan sedikitnya tujuh penggusuran baru,” tegas Jeanny, di Teras Gedung Balaikota, Jakarta Pusat, Senin (2/6).
Koalisi juga mengkritik kebijakan pengelolaan sampah yang dianggap tidak berkelanjutan. Proyek Refuse-Derived Fuel (RDF) di Rorotan dinilai mahal dan berpotensi mencemari udara. Sementara itu, program pembukaan lapangan kerja disebut tidak menyentuh akar persoalan karena tidak disertai pelatihan atau pemberdayaan konkret bagi warga.
Alif Fauzi, pengacara publik dari LBH Jakarta, menambahkan bahwa belum ada kemajuan dalam pengesahan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum untuk warga miskin. “Perda ini sudah kami perjuangkan lebih dari sepuluh tahun. Respons birokrasi juga lemah, termasuk dalam menangani pengaduan warga soal penggusuran Menteng Pulo,” katanya.
Apriyandi dari Urban Poor Consortium (UPC) mengungkapkan stagnasi dalam pelaksanaan reforma agraria perkotaan. “Sudah ada dasar hukum melalui Keputusan Gubernur No. 574 dan 878, namun dari 43 kampung prioritas, tidak ada satu pun yang selesai persoalan lahannya. Gugus tugas reforma agraria hanya ada di atas kertas,” ujarnya.
Miinawati, Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), mengatakan bahwa 100 hari pertama seharusnya bisa menjadi pijakan untuk menunjukkan arah pembangunan kota. “Namun kami belum melihat komitmen terhadap kota yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Perwakilan warga Kampung Bayam, Sherly, turut menyampaikan kekecewaannya. Ia menyoroti belum diperbolehkannya warga menempati Kampung Susun Bayam meskipun bangunannya telah selesai. “Kami menuntut janji pengelolaan oleh koperasi warga, tapi sampai sekarang belum ada komunikasi dua arah dari Pemprov maupun Jakpro,” ucap Sherly.
Koalisi menilai pemerintahan Pramono-Dul belum menunjukkan komitmen terhadap partisipasi warga. Mereka memberi rapor merah dengan skor hanya 20 dari 100 atas kinerja 100 hari pertama.
Delapan catatan kritis yang disampaikan koalisi mencakup:
• Pengelolaan pesisir dan proyek tanggul laut.
• Pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan.
• Program lapangan kerja yang tidak inklusif.
• Ketidakjelasan pengesahan Perda Bantuan Hukum.
• Lemahnya respons birokrasi terhadap aduan warga.
• Masifnya penggusuran tanpa solusi.
• Reforma agraria perkotaan yang stagnan.
• Minimnya partisipasi warga dalam pembangunan kota.
Koalisi berharap Pemprov DKI membuka ruang dialog dan menerima rekomendasi sebagai bentuk partisipasi aktif warga. Dokumen rapor dan delapan catatan tersebut telah diserahkan secara resmi ke pihak Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
“Apa yang kami lakukan ini bukan semata-mata kritik, tapi bentuk kepedulian dan partisipasi warga dalam menentukan arah masa depan Jakarta,” pungkas Jeanny Sirait.
Saat dimintai tanggapan oleh wartawan Okjakarta.com, Wakil Gubernur Rano Karno enggan memberikan pernyataan. Ia terlihat terburu-buru memasuki mobil dinasnya dan pergi tanpa menjawab pertanyaan wartawan.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin




































