JAKARTA – Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dikenal sebagai surga bawah laut dengan keanekaragaman hayati tertinggi dan destinasi wisata kelas dunia, kini menghadapi ancaman serius. Aktivitas tambang nikel yang berkembang pesat di kawasan ini dinilai berpotensi merusak lingkungan, mengancam kelestarian alam, serta memicu konflik sosial di masyarakat.
Kontroversi dan Kekhawatiran Publik
Tambang nikel di Raja Ampat, terutama di Pulau Kawe, Gag, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele, menuai protes dari masyarakat lokal, aktivis lingkungan, hingga lembaga internasional. Greenpeace Indonesia melaporkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi telah hilang demi tambang nikel, melanggar regulasi yang melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil seperti yang ada di Raja Ampat.
Selain kerusakan ekologis, masyarakat lokal menghadapi konflik internal, kehilangan mata pencaharian, dan terganggunya ruang hidup. Penambangan nikel menyebabkan sedimentasi atau timbunan lumpur berlebihan yang terbawa ke laut, mengancam terumbu karang, ikan, dan biota laut lainnya. Raja Ampat sendiri merupakan rumah bagi lebih dari 550 jenis terumbu karang dan 1.400 spesies ikan. Dengan demikian, Raja Ampat menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Tanggapan Pemerintah dan DPR RI
Pemerintah berjanji menyesuaikan aktivitas tambang dengan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) serta memperhatikan aspirasi masyarakat dan kearifan lokal. DPR RI pun akan membawa isu ini ke pembahasan lintas komisi dan kementerian. Tujuannya untuk menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam Raja Ampat sebagai kawasan dengan kekayaan hayati laut terbesar di dunia.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup menyatakan siap mengambil langkah hukum jika menemukan pelanggaran dalam aktivitas pertambangan nikel di kawasan ini.
Raja Ampat menghadapi dilema besar antara kebutuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan masa depan keanekaragaman hayati laut Indonesia untuk generasi mendatang.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin




































