JAKARTA – Ratusan massa yang tergabung dalam Jaringan Anti Tambang Ilegal (JATI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10), menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap dua terdakwa kasus pertambangan ilegal, yakni Awwab Hafizh M.T dan Marsel Bialembang.
Selain menuntut hukuman berat bagi kedua terdakwa, massa juga mendesak aparat penegak hukum untuk menangkap dan memproses secara hukum Direktur Utama PT Wana Kencana Mineral (WKM), perusahaan yang diduga menjadi dalang di balik aktivitas pertambangan nikel tanpa izin di wilayah Maluku Utara bagian Selatan.
Dalam orasinya, koordinator aksi, menegaskan bahwa kasus ini menjadi bukti lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan. Ia menyebut, tindakan para terdakwa bukan sekadar pelanggaran individu, tetapi bagian dari kejahatan korporasi yang merugikan negara dan masyarakat luas.
“Kami hadir di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menuntut keadilan. Kami minta majelis hakim memberikan hukuman seberat-beratnya kepada para terdakwa dan segera menetapkan Dirut PT WKM sebagai tersangka. Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegas koodinator aksi.
Menurut JATI, aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan tanpa izin lingkungan dan tanpa jaminan reklamasi itu telah merusak kawasan hutan dan mengakibatkan kerugian negara yang tidak sedikit. Mereka menuding PT WKM sebagai pihak yang memerintahkan kegiatan penambangan tanpa izin di wilayah hutan produksi dan kawasan konservasi.
“Tambang-tambang ilegal itu tidak mungkin berjalan tanpa restu korporasi besar. Awwab dan Marsel hanyalah pelaksana lapangan. Aktor intelektualnya adalah pimpinan perusahaan,” tambahnya.
Koordinator aksi juga menyinggung bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta Undang-Undang Kehutanan sudah jelas mengatur sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan tanpa izin.
Dalam tuntutannya, JATI juga meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mencabut izin usaha PT Wana Kencana Mineral dan mengusir perusahaan tersebut dari wilayah Republik Indonesia. Massa menilai keberadaan PT WKM telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial di masyarakat sekitar tambang.
“Negara dan rakyat dirugikan. Mereka mengeruk kekayaan alam kita tanpa izin, tanpa tanggung jawab, dan tanpa memikirkan masa depan lingkungan. Kami menolak perusahaan perusak alam beroperasi di tanah Indonesia,” teriak salah satu orator dalam aksi.
Massa juga menyoroti lemahnya pengawasan dari kementerian terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang dinilai belum maksimal menindak aktivitas tambang ilegal di berbagai daerah.
Sementara itu, berdasarkan pantauan di lokasi, sidang terhadap terdakwa Awwab Hafizh M.T dan Marsel Bialembang telah memasuki tahap pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa mengungkapkan bahwa kedua terdakwa melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi nikel tanpa izin resmi, serta tidak melakukan reklamasi pascatambang sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Jaksa juga menilai tindakan para terdakwa berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem dan kerugian keuangan negara karena tidak adanya setoran pajak, retribusi, maupun jaminan lingkungan.
Pakar hukum lingkungan Dr. Wahyu Prasetyo menilai, kasus ini menjadi momentum penting bagi aparat penegak hukum untuk menegakkan supremasi hukum di sektor sumber daya alam.
“Penegakan hukum di bidang pertambangan tidak boleh tebang pilih. Bila terbukti ada keterlibatan korporasi, maka perusahaan harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Tanpa ketegasan, kasus tambang ilegal akan terus berulang,” ujarnya saat dimintai tanggapan.
Aksi unjuk rasa yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB itu berlangsung tertib di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian.
Massa membawa sejumlah spanduk bertuliskan “Tangkap Dirut PT WKM!”, “Hukum Berat Pelaku Tambang Ilegal!”, dan “Selamatkan Alam Maluku Utara!”.
Diakhir orasi massa aksi melakukan tertrikal singkat, dengan melepaskan tikus didepan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penulis: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin