BANDUNG BARAT – Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMK Negeri 1 Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, kini memasuki babak baru. Sebanyak 121 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG pada Rabu, 24 September 2025. Namun, kabar adanya satu siswa yang meninggal dunia usai mengonsumsi makanan tersebut memunculkan spekulasi dan keresahan publik.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat menegaskan, kematian siswa berinisial BR tidak disebabkan langsung oleh konsumsi MBG. Hal itu berdasarkan laporan kronologis resmi Nomor 400.7.7.1/X.1.1/P2P yang dirilis Dinkes, di mana gejala awal sakit korban muncul lebih dari dua hari setelah mengonsumsi menu MBG.
Dalam laporan tersebut, BR diketahui memakan dua porsi MBG pada 24 September 2025, satu miliknya dan satu lagi jatah milik temannya. Setelah pulang ke rumah, BR sempat mengeluhkan pusing ringan. Namun, aktivitas sekolahnya tetap berjalan normal hingga Senin, 29 September 2025.
Hari itu, BR kembali mengeluh pusing dan pulang lebih awal pukul 13.00 WIB. Setibanya di rumah, ia meminum obat pereda nyeri kepala yang dibeli dari warung. Keesokan harinya, Selasa 30 September 2025, pukul 03.00 WIB, BR mengalami mual, muntah berulang hingga lima kali, disertai sesak napas.
Sekitar pukul 13.00 WIB, BR ditemukan adiknya dalam kondisi kejang, mulut berbusa, dan wajah membengkak. Ia segera dibawa ke bidan setempat. Pemeriksaan medis mencatat tekanan darah BR turun drastis hingga 60/50. Tak lama kemudian, bidan meminta ambulans desa mengantar korban ke RSUD Cililin.
Meski sempat mendapat oksigen selama perjalanan, BR dinyatakan meninggal sesaat setelah tiba di IGD RSUD Cililin pada pukul 13.30 WIB. Laporan resmi menyebutkan pasien meninggal “dalam perjalanan.”
Kabar meninggalnya BR pasca kasus keracunan massal ini langsung menyebar luas di masyarakat. Namun, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengaku belum menerima informasi detail terkait kasus tersebut.
“Saya belum dengar itu,” kata Dadan saat ditemui wartawan usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Di sisi lain, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dianggap remeh atau ditutup-tutupi. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai perlu adanya investigasi menyeluruh, transparan, dan independen untuk memastikan penyebab pasti kematian korban.
“Investigasi kasus ini penting agar publik tidak terjebak pada narasi pengaburan fakta. Jangan sampai ada upaya mereduksi persoalan yang menyangkut keselamatan siswa,” tegas Ubaid.
JPPI juga meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan, turun langsung mengawal kasus ini agar tidak hanya bergantung pada laporan dinas setempat.
Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu kebijakan nasional yang digadang-gadang sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi siswa di sekolah. Namun, dalam praktiknya, kasus keracunan massal di sejumlah daerah menjadi catatan serius atas aspek pengawasan, standar kebersihan, hingga distribusi makanan.
Kasus di SMKN 1 Cihampelas, Bandung Barat, menambah daftar panjang peristiwa keracunan massal terkait program tersebut. Kini, sorotan publik tak hanya tertuju pada kualitas implementasi MBG, melainkan juga pada transparansi pemerintah dalam mengungkap fakta di balik kematian BR.
Meski Dinkes Bandung Barat menyatakan kematian BR bukan akibat langsung dari MBG, desakan investigasi independen terus menguat.
Publik menanti kejelasan agar tragedi serupa tidak terulang dan program yang seharusnya menyehatkan siswa justru tidak menjadi ancaman baru bagi keselamatan mereka.
Penulis: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































