Koalisi Warga Desak Pemerintah Hentikan Program Makan Bergizi Gratis, Soroti Ribuan Kasus Keracunan Anak

- Jurnalis

Sabtu, 4 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Gelombang penolakan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin meluas. Kali ini, Koalisi Warga Tolak MBG secara tegas mendesak pemerintah menghentikan program yang diklaim sebagai solusi penanganan stunting, namun justru menimbulkan sederet persoalan serius. (Dok-ICW)

Foto: Gelombang penolakan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin meluas. Kali ini, Koalisi Warga Tolak MBG secara tegas mendesak pemerintah menghentikan program yang diklaim sebagai solusi penanganan stunting, namun justru menimbulkan sederet persoalan serius. (Dok-ICW)

JAKARTA – Gelombang penolakan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin meluas. Kali ini, Koalisi Warga Tolak MBG secara tegas mendesak pemerintah menghentikan program yang diklaim sebagai solusi penanganan stunting, namun justru menimbulkan sederet persoalan serius.

Dalam keterangan pers di Jakarta, 1 Oktober 2025. Koalisi menilai MBG telah gagal memenuhi hak anak atas pangan yang sehat, aman, dan bergizi. Sebaliknya, program yang dikelola secara sentralistik tersebut berubah menjadi sumber kerentanan baru dengan maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah, tata kelola yang minim transparansi, hingga indikasi praktik rente.

“Program ini tidak hanya salah arah, tetapi juga berbahaya. Ribuan anak menjadi korban keracunan, sementara kualitas makanan yang disajikan jauh dari standar gizi. Ini bukan pemenuhan hak, melainkan bentuk pengabaian,” tegas perwakilan Koalisi, dilansir okjakarta.com, Sabtu (4/10/2025).

Menurut data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga 21 September 2025 tercatat 6.452 kasus keracunan akibat konsumsi makanan MBG. Angka ini melonjak dari 5.360 kasus hanya dalam sepekan. Jawa Barat menjadi wilayah dengan kasus terbanyak, mencapai 2.012 anak, disusul DIY (1.047 kasus), Jawa Tengah (722 kasus), Bengkulu (539 kasus), dan Sulawesi Tengah (446 kasus).

Kasus terbesar terjadi di Bandung, di mana lebih dari seribu pelajar harus dirawat setelah menyantap makanan yang dibagikan melalui program tersebut. Selain kualitas makanan yang dipertanyakan, ditemukan pula menu berbasis makanan ultra-proses dan minuman berpemanis, yang jelas bertentangan dengan prinsip gizi seimbang.

“Pemerintah masih memandang pangan sebagai komoditas, bukan hak dasar. Anak-anak dipaksa mengonsumsi makanan rendah kualitas yang justru membahayakan kesehatan mereka,” kritik Koalisi.

Koalisi juga menyoroti model pengelolaan MBG yang disebut sentralistik dan militeristik. Badan Gizi Nasional (BGN) disebut mengendalikan penuh jalannya program tanpa melibatkan dinas kesehatan, dinas pendidikan, sekolah, maupun orang tua. Distribusi makanan bahkan melibatkan aparat bersenjata, sehingga menciptakan atmosfer yang tidak ramah bagi anak.

Di sisi lain, tata kelola program dinilai tertutup. JPPI menemukan 70% sekolah tidak mendapatkan informasi resmi mengenai standar gizi maupun jadwal distribusi. Penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Maret–April 2025 juga menemukan persoalan serupa di Jakarta: distribusi kerap terlambat hingga tiga jam, keluhan siswa maupun guru tidak direspons, serta data penerima yang tidak dibuka ke publik.

“Ketertutupan ini hanya memperbesar potensi diskriminasi dan melemahkan kontrol masyarakat,” tegas peneliti ICW.

Besarnya anggaran MBG disebut rawan menjadi lahan rente dan korupsi. Koalisi menemukan adanya praktik pemotongan dana oleh yayasan pengelola dapur yang mengakibatkan kualitas makanan menurun drastis. Beberapa Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) di daerah juga mengaku pembayaran dari pemerintah sering terlambat, memicu konflik kepentingan dengan penyedia jasa katering.

“Ketika praktik rente dibiarkan, yang dirugikan adalah anak-anak yang terpaksa mengonsumsi makanan basi, sementara dana miliaran rupiah tetap digelontorkan,” papar pernyataan resmi Koalisi.

Tak hanya soal keamanan pangan, Koalisi menilai MBG membebani anggaran pendidikan nasional. Dari total RAPBN 2026 sebesar Rp 757 triliun, 30–44 persen diantaranya tersedot untuk MBG. Padahal, menurut catatan, masih terdapat 4,2 juta anak putus sekolah, lebih dari 60 persen sekolah dasar dalam kondisi rusak, dan jutaan guru yang belum bersertifikasi.

Selain itu, program ini juga mengganggu ekosistem sekolah. Guru harus menangani distribusi makanan dan mencatat alergi siswa, kantin sekolah kehilangan pemasukan, sementara orang tua dan komunitas lokal tersisih dari pemenuhan gizi anak.

Atas berbagai temuan tersebut, Koalisi Warga Tolak MBG menyampaikan enam tuntutan utama kepada pemerintah:

• Menghentikan program MBG yang sentralistik, militeristik, dan bermasalah.

• Menuntut pertanggungjawaban Presiden, BGN, SPPG, dan pengelola dapur atas ribuan kasus keracunan anak.

• Mendesak pembentukan tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus keracunan massal dan memberikan pemulihan kepada korban.

• Meminta BPK, BPKP, dan KPK melakukan audit investigatif terhadap proyek MBG.

• Mengusut praktik rente dan dugaan korupsi yang terjadi, serta menindak tegas para pelakunya.

• Mengembalikan pemenuhan gizi anak kepada komunitas, sekolah, dan pemerintah daerah dengan sistem transparan, partisipatif, serta berbasis kebutuhan anak.

Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah melalui Badan Gizi Nasional belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan Koalisi.

Namun, sejumlah pejabat sebelumnya menyatakan bahwa MBG tetap akan dilanjutkan dengan alasan sebagai bagian dari program prioritas nasional.

Meski begitu, tekanan publik semakin kuat. Dengan meningkatnya jumlah korban keracunan, desakan agar pemerintah mengevaluasi serius bahkan menghentikan MBG tidak lagi bisa dipandang sebelah mata.

Penulis: ICW

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Indonesia Masuki Babak Baru Pemeriksaan Petikemas: Alat Pemindai Modern Resmi Beroperasi di Tanjung Priok
Bank BRI Unit Cililitan Besar Disebut Tak Berikan Nomor Kontrak, Nasabah Layangkan Somasi 2×24 Jam
Bea Cukai Gagalkan Dua Upaya Besar Peredaran Garmen Ilegal di Jakarta dan Jalur Sumatra
Ketua Umum TP Sriwijaya Bpk.Dr. H.Sudirman D.Hury.Soroti Kerusakan Jalan di Lampung, Dampak Langsung pada Pendidikan Anak-Anak
Mobil MBG Tabrak Siswa di SDN 01 Kalibaru Cilincing: 3 Tewas 22 Luka, Ini Kronologi Lengkap dan Penanganan
Pemerintah Dorong Edukasi Kesehatan, DWP Kemenko Perekonomian Gelar Skrining Kanker Payudara
Kemen HAM Tegaskan Prinsip HAM Harus Jadi Fondasi Pembangunan Nasional di Musrenbang HAM 2025
Dugaan Tipu Gelap Dua WNA Rusia: Kuasa Hukum Budiman Tiang Ungkap Kronologi dan Desak Penegakan Hukum
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Jumat, 12 Desember 2025 - 14:38 WIB

Indonesia Masuki Babak Baru Pemeriksaan Petikemas: Alat Pemindai Modern Resmi Beroperasi di Tanjung Priok

Kamis, 11 Desember 2025 - 21:20 WIB

Bank BRI Unit Cililitan Besar Disebut Tak Berikan Nomor Kontrak, Nasabah Layangkan Somasi 2×24 Jam

Kamis, 11 Desember 2025 - 20:25 WIB

Bea Cukai Gagalkan Dua Upaya Besar Peredaran Garmen Ilegal di Jakarta dan Jalur Sumatra

Kamis, 11 Desember 2025 - 20:06 WIB

Ketua Umum TP Sriwijaya Bpk.Dr. H.Sudirman D.Hury.Soroti Kerusakan Jalan di Lampung, Dampak Langsung pada Pendidikan Anak-Anak

Kamis, 11 Desember 2025 - 13:19 WIB

Mobil MBG Tabrak Siswa di SDN 01 Kalibaru Cilincing: 3 Tewas 22 Luka, Ini Kronologi Lengkap dan Penanganan

Berita Terbaru

Foto: Kepala Bapas Jakarta Barat, Sri Susilarti.

Kementerian Hukum

Bapas Jakarta Barat Perkuat Reintegrasi Sosial Melalui Kelayan Binter

Kamis, 11 Des 2025 - 22:52 WIB