Deolipa Yumara Soroti Banjir Nasional: 70 Persen Akibat Kerusakan Hutan oleh Manusia

- Jurnalis

Sabtu, 27 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Pakar hukum Deolipa Yumara, saat memberikan pandangannya terkait kondisi Indonesia yang dinilai tengah berada dalam situasi darurat bencana, di kediamannya, Sabtu (27/12/2025). (Dok-Okj/FN)

Foto: Pakar hukum Deolipa Yumara, saat memberikan pandangannya terkait kondisi Indonesia yang dinilai tengah berada dalam situasi darurat bencana, di kediamannya, Sabtu (27/12/2025). (Dok-Okj/FN)

JAKARTA – Pakar hukum Deolipa Yumara menegaskan bahwa bencana banjir yang belakangan melanda sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan, tidak dapat sepenuhnya dikategorikan sebagai bencana alam. Menurutnya, banjir yang terjadi saat ini lebih dominan disebabkan oleh ulah manusia, terutama akibat kerusakan hutan yang masif dan kebijakan perizinan yang tidak terkendali.

Hal tersebut disampaikan Deolipa Yumara saat memberikan pandangannya terkait kondisi Indonesia yang dinilai tengah berada dalam situasi darurat bencana, di kediamannya, Sabtu (27/12/2025).

“Kalau kita bicara bencana, itu ada macam-macam. Gunung meletus dan gempa bumi itu murni bencana alam. Tapi banjir, itu beda. Banjir bisa terjadi karena faktor alam, tapi juga sangat bisa karena ulah manusia,” ujar Deolipa.

Ia menjelaskan, hujan merupakan siklus alam yang sudah terjadi sejak dahulu kala. Namun, banjir besar yang menimbulkan kerusakan parah tidak akan terjadi apabila fungsi hutan masih terjaga dengan baik.

“Air hujan itu dari dulu turun, dari zaman dulu. Tapi dulu hutan masih utuh. Air diserap oleh tanah dan pepohonan. Sekarang hutannya sudah habis, ditebang, digunduli. Hujan sedikit saja, langsung banjir,” jelasnya.

Deolipa menyoroti kondisi Sumatera dan Kalimantan yang menurutnya sangat memprihatinkan. Kedua pulau tersebut dulunya dikenal sebagai kawasan dengan hutan lebat dan kekayaan hayati yang tinggi. Namun kini, sebagian besar wilayahnya telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit dan area pertambangan.

“Kalau Sumatera itu dulu isinya hutan semua. Air sebanyak apa pun akan terserap. Tapi sekarang hutannya sudah banyak hilang. Jadi jangan salahkan alam. Penyebab utamanya adalah manusia,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa perkebunan sawit berskala besar menciptakan sistem tanaman homogen yang merusak keseimbangan ekosistem.

“Kebun sawit itu bukan hutan. Itu tumbuhan homogen. Keragaman hayati hilang. Hewan-hewan hutan tidak bisa hidup. Orangutan, monyet, itu tidak akan hidup di kebun sawit. Yang bisa hidup cuma ular,” katanya.

Dalam pandangannya, Deolipa menyebut kerusakan hutan bukan disebabkan oleh masyarakat adat, melainkan oleh kebijakan pemerintah yang membuka ruang perizinan besar-besaran kepada perusahaan.

“Yang merusak hutan itu bukan masyarakat adat. Yang merusak hutan itu pemerintah, dari masa ke masa, lewat izin-izin yang diberikan,” ujarnya.

Ia secara khusus menyoroti peran kementerian yang seharusnya bertugas menjaga hutan.

“Menteri Kehutanan itu tugasnya menjaga hutan supaya bertambah, bukan berkurang. Kalau malah mengeluarkan izin penebangan dan pertambangan di hutan lindung, ya habislah hutan kita,” kata Deolipa.

Menurutnya, tanggung jawab kerusakan hutan tidak hanya berada pada pejabat saat ini, tetapi juga menteri-menteri sebelumnya yang telah mengeluarkan izin alih fungsi lahan dalam skala besar.

“Ini tanggung jawab kolektif dari dulu sampai sekarang. Dari presiden ke presiden berikutnya,” ujarnya.

Deolipa menegaskan bahwa banjir yang terjadi seharusnya dipahami sebagai bencana akibat kebijakan manusia, bukan semata-mata bencana alam.

“Kalau banjir itu, 70 persen lebih akibat ulah manusia. Artinya pertanggungjawabannya jelas. Masyarakat bahkan sebenarnya bisa menggugat pemerintah,” ungkapnya.

Ia juga menyinggung pandangan internasional terhadap Indonesia, khususnya terkait isu pelestarian hutan.

“Kenapa negara-negara maju marah? Karena Indonesia tidak bisa menjaga hutannya sendiri,” katanya.

Sebagai solusi, Deolipa meminta pemerintah untuk menghentikan pemberian izin baru di kawasan hutan serta segera melakukan reboisasi secara serius dan terencana.

“Belajar dari Cina dan Eropa. Mereka membuat hutan di lahan-lahan kosong. Indonesia harusnya bisa,” ujarnya.

Ia juga mendorong kerja sama internasional dalam pelestarian hutan tanpa harus mengorbankan lingkungan demi keuntungan ekonomi jangka pendek.

“Kita bisa hidup makmur tanpa merusak hutan. Hutan dijaga, nilainya dijual secara ekologis ke dunia internasional,” kata Deolipa.

Di sisi lain, Deolipa meminta masyarakat untuk tidak menutup mata terhadap peran negara dalam persoalan kerusakan lingkungan.

“Jangan salahkan masyarakat adat. Jangan salahkan rakyat kecil. Yang paling besar merusak itu kebijakan,” pungkasnya.

Menurutnya, kesadaran bersama antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk mencegah bencana serupa terulang di masa depan.

Reporter: Fahmy Nurdin

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Indonesia Raih Pengecualian Tarif AS, Buka Akses Pasar Eurasia
Relawan Tegak Lurus Prabowo se-Tanah Papua Laporkan Dugaan Penipuan Kerja Sama Proposal, Curhat ke Ketum Arse Pane
Tinjau Kesiapan Angkutan Nataru di Stasiun Gambir, Menko AHY Apresiasi Kesiapan KAI Hadapi Lonjakan Penumpang
Sinergi Kemenko Infra–BMKG, Menko AHY: Perkuat Sistem Peringatan Dini Cuaca Ekstrem demi Kelancaran Nataru
Lepas Tim Liputan Nataru, Menko AHY Harap Jangkauan Infrastruktur TVRI Sampaikan Informasi Akurat dan Tepercaya*
Kejaksaan Serahkan Rp6,6 T Kerugian Negara, Prabowo Saksikan Langsung di Kejagung
Wali Kota Jaktim Pastikan Perayaan Natal 2025 Aman dan Kondusif, Tinjau Langsung Misa Malam Natal di Pulo Gebang
PWPSS Salurkan Bantuan Rp30 Juta untuk Korban Bencana Aceh, Sumut, dan Sumbar
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Sabtu, 27 Desember 2025 - 18:28 WIB

Indonesia Raih Pengecualian Tarif AS, Buka Akses Pasar Eurasia

Sabtu, 27 Desember 2025 - 13:28 WIB

Relawan Tegak Lurus Prabowo se-Tanah Papua Laporkan Dugaan Penipuan Kerja Sama Proposal, Curhat ke Ketum Arse Pane

Jumat, 26 Desember 2025 - 19:29 WIB

Tinjau Kesiapan Angkutan Nataru di Stasiun Gambir, Menko AHY Apresiasi Kesiapan KAI Hadapi Lonjakan Penumpang

Jumat, 26 Desember 2025 - 19:15 WIB

Sinergi Kemenko Infra–BMKG, Menko AHY: Perkuat Sistem Peringatan Dini Cuaca Ekstrem demi Kelancaran Nataru

Kamis, 25 Desember 2025 - 18:20 WIB

Lepas Tim Liputan Nataru, Menko AHY Harap Jangkauan Infrastruktur TVRI Sampaikan Informasi Akurat dan Tepercaya*

Berita Terbaru