JAKARTA — Proyek strategis nasional pembangunan Jalan Tol Kamal–Teluknaga–Rajeg (Kataraja) yang digadang-gadang menjadi penghubung vital antara kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dan Bandara Soekarno-Hatta kembali disorot. Di balik kemajuan konstruksi yang terus dikebut, persoalan ganti rugi lahan warga terdampak masih menyisakan ketidakpastian hukum dan sosial.
Sejumlah warga yang lahannya terdampak pembangunan tol hingga kini belum menerima kompensasi dari pihak Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Padahal, proyek ini telah berjalan sejak terbitnya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 47 Tahun 2023, dengan nilai investasi mencapai Rp23,22 triliun dan masa konsesi selama 40 tahun. Proyek ini dibangun oleh PT Duta Graha Karya yang merupakan bagian dari konsorsium Salim Group dan Agung Sedayu.
Salah satu perwakilan warga, Titin Siburian, S.H., yang bertindak sebagai kuasa hukum pemilik lahan, menyatakan pihaknya sudah menyerahkan seluruh dokumen tanah asli kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara sejak April 2025. BPN, kata Titin, bahkan telah menyatakan dokumen tersebut lengkap.
“Namun hingga hari ini, belum ada kepastian soal pembayaran. Saya sudah berulang kali menanyakan ke BPN, tapi jawabannya selalu sama—dananya belum tersedia,” ujar Titin kepada wartawan, Rabu (6/8/2025).
Titin menyebutkan, alasan yang diberikan pihak BPN adalah belum adanya penerbitan Surat Perintah Hapus (SPH) karena Kementerian PUPR mendapat informasi bahwa BUJT belum memiliki dana pembayaran ganti rugi. Hal ini dinilai janggal mengingat status proyek sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) semestinya telah melalui proses perencanaan pendanaan yang matang.
“Klien saya sangat dirugikan. Lahan seluas lebih dari 1.100 meter persegi itu sudah tidak bisa dimanfaatkan karena telah masuk dalam jalur pembangunan. Tapi pembayaran belum juga dilakukan,” tegasnya.
Titin mendesak agar BUJT segera memenuhi kewajibannya dan menyelesaikan pembayaran ganti rugi lahan warga yang telah lama menunggu.
“Semestinya dana pembebasan sudah disiapkan sejak awal, bukan justru membiarkan warga menanggung kerugian berlarut-larut,” katanya.
Upaya media untuk mengkonfirmasi hal ini kepada pejabat BPN Jakarta Utara, Holis, belum membuahkan hasil. Saat dihubungi melalui sambungan seluler, yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Proyek Tol Kataraja ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal ketiga tahun 2025. Jika persoalan pembebasan lahan ini tak segera dituntaskan, bukan hanya menambah penderitaan warga, namun juga berpotensi mengganggu kelancaran penyelesaian proyek yang menjadi andalan konektivitas kawasan barat Jakarta.