JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) telah menuntaskan pemeriksaan terhadap tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Tom Lembong resmi melaporkan ketiga hakim tersebut usai dirinya memperoleh abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.
Ketiga hakim yang diperiksa yakni Dennie Arsan Fatrika selaku ketua majelis, serta Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan sebagai hakim anggota. Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan oleh tim etik KY pada 28 Oktober 2025.
Dihimpun okjakarta.com, dari berbagai sumber, pada Jumat (31/10/2025). Komisioner sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, membenarkan bahwa proses pemeriksaan telah rampung dan kini tinggal menunggu rapat pleno untuk menentukan hasil akhir.
“Hasilnya akan dibawa ke pleno apakah terbukti atau tidak terbukti, berikut sanksinya,” ujar Mukti Fajar saat dihubungi, Jumat (31/10/2025).
Meski demikian, Fajar belum mengungkapkan jadwal pasti pelaksanaan pleno. Ia hanya menegaskan bahwa seluruh proses klarifikasi terhadap para pihak, baik pelapor maupun terlapor, telah dilakukan sesuai prosedur internal lembaga.
Tom Lembong sebelumnya mendatangi langsung kantor Komisi Yudisial pada 21 Oktober 2025 sebagai bentuk komitmen untuk mendorong perbaikan sistem peradilan di Indonesia. Ia menyebut langkahnya bukan untuk menyerang pihak manapun, melainkan sebagai momentum refleksi dan reformasi hukum pasca pemberian abolisi.
“Tujuan kami 100 persen konstruktif, tidak ada 0,1 persen pun niat destruktif. Kami tidak ingin merusak karier siapapun, baik individu maupun institusi. Ini murni demi perbaikan sistem,” kata Tom di Gedung KY, Jakarta Pusat.
Tom juga menegaskan bahwa ia ingin menjadikan pengalamannya sebagai bagian dari proses introspeksi nasional terhadap praktik peradilan, terutama dalam perkara-perkara korupsi yang menyita perhatian publik.
Laporan resmi terhadap tiga hakim tersebut sebenarnya telah diajukan sejak 11 Agustus 2025 melalui kuasa hukumnya, namun penanganannya baru menunjukkan perkembangan signifikan belakangan ini.
Kasus yang menyeret nama Tom Lembong bermula dari kebijakan importasi gula pada 2015–2016 saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta pada 18 Juli 2025, majelis hakim menyatakan Tom terbukti melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis berpendapat bahwa Tom Lembong telah menyalahgunakan kewenangan dalam penetapan kuota impor gula, meskipun hakim menilai tidak terdapat bukti bahwa Tom menikmati hasil korupsi secara langsung.
“Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan putusan.
Setelah menjalani beberapa bulan masa tahanan, Tom memperoleh abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada awal Agustus 2025. Malam itu, ia keluar dari Rutan Cipinang sekitar pukul 22.06 WIB, disambut oleh sang istri, sejumlah kuasa hukum, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Sejumlah pengamat hukum menilai langkah KY memeriksa tiga hakim Tipikor ini sebagai ujian transparansi dan konsistensi lembaga pengawas hakim tersebut. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum dan Etika Peradilan, Rudi Hamdani, menilai kasus ini menjadi momentum penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas peradilan.
“Jika memang ditemukan pelanggaran etik, KY harus berani menegakkan sanksi. Tapi jika tidak, publik juga harus diberi penjelasan yang terang agar tidak ada kesalahpahaman terhadap independensi hakim,” ujarnya.
Publik kini menunggu hasil pleno KY yang akan menentukan apakah ketiga hakim tersebut terbukti melanggar etik atau tidak. Apapun hasilnya, kasus ini diharapkan menjadi preseden penting bagi dunia peradilan Indonesia, antara upaya menjaga kemandirian hakim dan menegakkan akuntabilitas publik.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin

 
					





 
						 
						 
						 
						 
						




























