Sidang Tuntutan Perkara PJBG PGN–IAE, Kuasa Hukum Danny Praditya Nilai Dakwaan Jaksa Ugal-ugalan dan Bertentangan Fakta Persidangan

- Jurnalis

Senin, 22 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: FX L. Michael Shah, S.H., Penasihat hukum terdakwa Danny Praditya. (Dok-Istimewa)

Foto: FX L. Michael Shah, S.H., Penasihat hukum terdakwa Danny Praditya. (Dok-Istimewa)

JAKARTA – Persidangan perkara Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) dan PT Inti Alasindo Energy (IAE)/Isargas Group memasuki tahap penting. Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Danny Praditya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).

Dalam persidangan tersebut, JPU menyampaikan tuntutannya terhadap Danny Praditya yang didakwa terkait kerja sama bisnis jual beli gas antara PGN dan IAE. Namun, usai sidang, pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya menyampaikan keberatan keras atas konstruksi dakwaan dan tuntutan jaksa yang dinilai tidak sejalan dengan fakta-fakta persidangan yang telah terungkap selama proses pemeriksaan.

Penasihat hukum terdakwa, FX L. Michael Shah, S.H., kepada awak media menegaskan bahwa sejak awal hingga akhir persidangan, fakta-fakta yang muncul justru menunjukkan bahwa kerja sama antara PGN dan IAE merupakan transaksi jual beli gas yang sah dan nyata, bukan transaksi pinjam-meminjam uang sebagaimana diklaim oleh jaksa.

“Jaksa dalam dakwaan dan tuntutannya bersikeras menyebut transaksi ini sebagai akuisisi atau pinjam-meminjam uang yang disamarkan. Padahal, dari fakta persidangan yang panjang, justru terbukti bahwa perjanjian jual beli gas itu nyata, gasnya ada, infrastrukturnya dibangun, dan gasnya mengalir,” ujar Michael Shah.

Menurutnya, dalam persidangan jaksa bahkan mengakui bahwa pengembalian dana dilakukan melalui gas. Hal tersebut, kata dia, justru semakin menguatkan bahwa transaksi tersebut merupakan jual beli gas dengan skema pembayaran di muka (advance payment), bukan utang-piutang.

“Logikanya sederhana, mana ada pinjam uang tapi bayarnya bukan pakai uang, melainkan pakai gas? Kalau dibayar dengan gas, itu ya jual beli gas,” tegasnya.

Lebih lanjut, Michael Shah menegaskan bahwa mekanisme pembayaran di muka atau uang muka dalam transaksi bisnis merupakan hal yang lazim dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

“Semua ahli yang kami hadirkan sudah menegaskan bahwa ini bagian dari asas kebebasan berkontrak. Uang muka atau advance payment itu praktik bisnis biasa. Kalau jaksa mengakui ini jual beli gas dengan advance payment, maka konstruksi perkara pidana ini menjadi sangat lemah,” jelasnya.

Ia juga mempertanyakan logika dakwaan jaksa yang menyebut direksi PGN seolah tidak memahami anggaran dasar perusahaan.

“Tidak mungkin direksi PGN, yang sudah lama menjabat dan mengambil keputusan setelah lima sampai enam kali rapat, serta berkonsultasi dengan Kementerian ESDM, tidak memahami bahwa PGN bukan perusahaan pembiayaan. Keputusan itu diambil secara sadar dan kolektif,” ujarnya.

Pihak kuasa hukum juga menyoroti absennya satu pun dokumen yang menunjukkan adanya perjanjian utang-piutang antara PGN dan IAE.

“Tidak ada satu dokumen pun yang menyatakan ini perjanjian hutang-piutang. Yang ada hanyalah perjanjian jual beli gas. Cara pembayarannya pakai gas, dan itu dicatat dalam laporan keuangan PGN yang diaudit akuntan publik,” kata Michael.

Ia menambahkan, sebagai perusahaan terbuka (Tbk), laporan keuangan PGN disusun dan diaudit oleh berbagai pihak independen. Karena itu, menurutnya, mustahil transaksi tersebut diklasifikasikan sebagai pinjaman jika tidak ada dasar hukumnya.

Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum terdakwa juga mengungkap fakta baru terkait pencatatan transaksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

“Jaksa sejak awal menyebut transaksi ini tidak tercatat dalam RKAP 2017 dan 2018. Namun kami menemukan dan memiliki bukti bahwa transaksi ini tercatat dalam RKAP 2019, tepat saat gas mulai mengalir,” ungkap Michael.

Ia menduga jaksa sebenarnya memiliki dokumen RKAP hingga tahun 2019, namun tidak menampilkannya dalam persidangan.

“Di halaman 27 jelas tertulis ‘sumber dan harga gas bumi’, artinya ada pembelian dan penjualan gas. Ini fakta tertulis dalam dokumen resmi perusahaan,” ujarnya.

Menurutnya, RKAP 2019 secara logis memang menjadi dasar pencatatan karena perjanjian dilakukan pada November 2017, sementara penyusunan RKAP 2018 telah selesai lebih awal.

Penasihat hukum menilai perkara ini sejatinya merupakan sengketa perdata terkait wanprestasi, bukan tindak pidana.

“Kalau jual beli gas ini diakui, maka tidak ada kasus pidana. Ini hanya persoalan perdata, di mana ada pihak yang belum memenuhi prestasinya. Itu saja,” tegas Michael.

Ia juga mengingatkan bahwa jika laporan keuangan PGN yang bersifat publik dipertanyakan, maka implikasinya bisa sangat luas.

“Kalau nanti hakim memutus sebaliknya, publik berhak mempertanyakan keabsahan laporan keuangan PGN sebagai perusahaan terbuka,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Michael Shah menyampaikan bahwa pihaknya akan menyiapkan nota pembelaan (pleidoi) dalam waktu satu minggu ke depan.

“Kami akan mematahkan seluruh argumentasi tuntutan jaksa dengan dokumen sahih dan dokumen publik. Tuntutan ini menurut kami lemah dan tidak berdasar,” katanya.

Ia berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini secara objektif dan adil.

“Kami berharap terdakwa dapat dibebaskan atau setidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena fakta persidangan jelas menunjukkan tidak adanya unsur pidana,” pungkasnya.

Persidangan perkara ini akan berlanjut dengan agenda pembacaan pleidoi dari pihak terdakwa pada sidang berikutnya.

Reporter: Fahmy Nurdin

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Datang dari Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung Adukan Dugaan Pengusiran hingga Diskriminasi ke Mabes Polri
Warga Depok Laporkan Dugaan Pengeroyokan di Tempat Biliar
Pembunuhan dan Penculikan di Pasar Rebo: Kejari Jaktim Terima Pelimpahan 15 Terdakwa dari Polda Metro Jaya
Rakor Pemkab Tangerang di Hotel Mewah Bandung Disorot: Efisiensi Anggaran Dipertanyakan
Terdakwa Kasus Kredit Macet BNI Lia Hertika Menangis Saat Pledoi, Mohon Dibebaskan Demi Anak
Kuasa Hukum Apresiasi Kinerja Polri Tangani Laporan Sengketa Lahan Budiman Tiang
Polda Metro Jaya Gelar Perkara Khusus Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Hari Ini
Sengketa Kredit Nasabah, Bank BRI Unit Cililitan Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari OKJAKARTA.COM di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 22:51 WIB

Sidang Tuntutan Perkara PJBG PGN–IAE, Kuasa Hukum Danny Praditya Nilai Dakwaan Jaksa Ugal-ugalan dan Bertentangan Fakta Persidangan

Senin, 22 Desember 2025 - 15:51 WIB

Datang dari Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung Adukan Dugaan Pengusiran hingga Diskriminasi ke Mabes Polri

Minggu, 21 Desember 2025 - 16:10 WIB

Warga Depok Laporkan Dugaan Pengeroyokan di Tempat Biliar

Kamis, 18 Desember 2025 - 20:06 WIB

Pembunuhan dan Penculikan di Pasar Rebo: Kejari Jaktim Terima Pelimpahan 15 Terdakwa dari Polda Metro Jaya

Selasa, 16 Desember 2025 - 20:35 WIB

Rakor Pemkab Tangerang di Hotel Mewah Bandung Disorot: Efisiensi Anggaran Dipertanyakan

Berita Terbaru

Foto: Helikopter Dauphin Polri Dukung Penanganan Banjir Agam.

TNI & POLRI

Polri Salurkan 400 Kg Logistik Banjir Agam Lewat Helikopter

Rabu, 24 Des 2025 - 13:06 WIB