JAKARTA – Sengketa kepemilikan aset yang melibatkan Yayasan Administrasi Indonesia (YAI), sejumlah pihak swasta, dan bank belum menunjukkan solusi konkrit. Kasus yang telah bergulir sejak pertengahan 2024 ini berpotensi menggusur ribuan mahasiswa dari kampus Universitas Persada Indonesia (YAI).
Pada Februari 2025, Komisi III DPR RI turun tangan untuk memediasi persoalan yang melibatkan kredit macet, lelang eksekusi, dan dugaan penyiasatan kepemilikan aset. Mediasi ini bertujuan agar keberlanjutan pendidikan bagi 5.000 mahasiswa YAI tidak terganggu.
Awal Mula Sengketa: Pengambilalihan Aset oleh PT Dutamas Putra Utama
Masalah ini bermula pada 19 Juni 2024 ketika YAI dan PT Dutamas Putra Utama (PT D) menandatangani kesepakatan pengambilalihan seluruh operasional YAI, termasuk lahan dan gedung kampus di Jalan Diponegoro No. 74, Jakarta Pusat, senilai Rp180 miliar. Dalam perjanjian tersebut, PT D berkomitmen untuk menanggung utang YAI kepada Bank Panin senilai Rp89,8 miliar dan membayar uang muka sebesar Rp10 miliar kepada pengurus YAI, kemudian PT. D Menuntut pengembalian seniilai Rp10 miliar.
Namun, konflik muncul setelah Bank BNI pada 15–25 Juli 2024 mengajukan permohonan lelang eksekusi hak tanggungan terkait agunan aset yang dikuasai PT Indosari Murni, debitur terkait YAI, ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Pada 27 Agustus 2024, KPKNL menggelar lelang terbuka. Meskipun semula disepakati bahwa PT D akan menjadi pemenang, yang terjadi justru sebaliknya. PT Berkat Maratua Indah (PT B) berhasil memenangkan lelang tersebut. Hal ini kemudian memicu ketegangan antara PT D, PT B, dan pihak terkait lainnya.
Pertentangan Berlanjut, PT D Menagih Uang Muka
Sejak September 2024 hingga Februari 2025, PT D mulai menuntut pengembalian uang muka yang telah diberikan kepada pengurus YAI. Pada 9 April 2025, PT D melayangkan somasi kedua, meminta pengembalian uang senilai Rp10 miliar yang harus dilunasi paling lambat 14 April. Namun, hingga saat ini, tidak ada respons dari pengurus YAI.
Ketua YAI, Yudi Yulius, menjelaskan dalam rapat dengan Komisi III DPR bahwa YAI awalnya mengajukan kredit senilai Rp350 miliar ke Bank BNI pada 2014. Namun, pada 2016, yayasan menghadapi kesulitan keuangan akibat kelalaian oknum internal yang kini telah diproses secara hukum. Akibatnya, YAI gagal memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan memilih bekerja sama dengan PT D untuk menyelamatkan operasional kampus.
“Di sinilah masalah bermula. Kami merasa ada yang tidak beres dengan proses lelang ini. Kami menduga ada afiliasi antara PT B dan PT D,” ujar Yudi.
Risiko Terhadap Pendidikan Mahasiswa
Kini, YAI diminta untuk mengosongkan lahan kampus, yang berpotensi menggusur sekitar 5.000 mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di sana. Yudi menegaskan, perjuangannya bukan hanya terkait aset, melainkan hak pendidikan bagi ribuan mahasiswa.
“Kami tidak punya pilihan selain meminta perlindungan hukum kepada DPR. Yang kami perjuangkan bukan hanya aset, tapi juga masa depan pendidikan bagi mahasiswa kami,” tegas Yudi.
Komisi III DPR: Mediasi dan Penundaan Eksekusi
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan bahwa pihaknya akan memfasilitasi mediasi antara YAI, PT D, PT B, dan pihak bank. Komisi III juga mendesak agar pengadilan menunda eksekusi dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan serta kelangsungan pendidikan.
“Sebagai lembaga legislatif, kami akan terus mendorong agar masalah ini diselesaikan secara adil dan bijaksana, dengan mempertimbangkan kepentingan pendidikan yang lebih luas,” ujar Habiburokhman.
Komisi III DPR RI juga telah mengeluarkan rekomendasi resmi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda eksekusi terhadap aset YAI (berdasarkan perkara No. 58/Pdt.Eks-RL/2024/PN Jkt. Pst) dan melakukan evaluasi menyeluruh terkait proses lelang serta dugaan penyimpangan dalam kesepakatan antara YAI dan PT D.
Sikap Yayasan dan Humas YAI
Dimas, Kepala Hubungan Masyarakat Universitas YAI, saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa sengketa tersebut adalah urusan internal yayasan. Menurutnya, pihak universitas fokus pada penyelenggaraan pendidikan dan kemahasiswaan, sedangkan terkait sengketa aset, itu sepenuhnya merupakan kewenangan ketua yayasan.
“Untuk soal ini, kami serahkan sepenuhnya kepada ketua yayasan. Kami di sini hanya fokus pada pendidikan dan kesejahteraan mahasiswa,” ujar Dimas saat ditemui di Kampus YAI, Jakarta, Kamis (19/6).
Dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh Komisi III DPR dan upaya mediasi yang sedang berlangsung, diharapkan sengketa ini dapat segera menemukan jalan keluar yang menguntungkan semua pihak, terutama untuk menjaga keberlanjutan pendidikan di Universitas YAI.
Penulis : Fahmy Nurdin
Editor : Fahmy Nurdin