JAKARTA – Asosiasi mahasiswa peduli lingkungan dan rakyat NTB, menggelar aksi atas adanya dugaan pencemaran lingkungan dan manipulasi pajak oleh PT.AMNT
Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Asosiasi Mahasiswa Peduli Lingkungan dan Rakyat Nusa Tenggara Barat (AMPLIRA-NTB) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT) (SCBD) pada Jumat 20 Juni 2025, menuntut keadilan atas dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan di wilayah Sumbawa Barat.
Gelombang protes dari masyarakat dan mahasiswa kembali mengemuka menyusul dugaan pencemaran lingkungan dan perampasan ruang hidup oleh perusahaan tambang raksasa, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dugaan ini memantik reaksi keras dari Asosiasi Mahasiswa Peduli Lingkungan dan Rakyat Nusa Tenggara Barat ( AMPLIRA-NTB) yang menyatakan bahwa operasi PT AMNT telah menimbulkan kerusakan ekosistem, mengganggu keseimbangan ekologis, dan mengancam masa depan rakyat Sumbawa lebih luar nya seluruh wilayah di provinsi NTB.
Dalam pernyataan resminya, Fikriansyah selaku Koordinator Lapangan AMLIRA NTB menyebut bahwa praktik tambang yang dilakukan PT.AMNT di wilayah Kabupaten Sumbawa tidak hanya menimbulkan dampak ekologis berat, tetapi juga telah menyengsarakan masyarakat dengan pencemaran lingkungan yang dilakukan, kawasan tersebut kini berubah menjadi wilayah eksploitasi ekstraktif yang dikendalikan oleh kepentingan korporasi.
“Kami melihat ini sebagai bentuk kekerasan ekologis dan konflik struktural. PT AMNT, dengan sokongan negara, telah meminggirkan kepentingan masyarakat demi akumulasi modal,” tegas Koordinator Lapangan AMPLIRA NTB, Fikriansyah dalam orasinya di depan PT AMNT (SCBD).
Menurut kajian hukum AMPLIRA NTB, jika terbukti terjadi pencemaran lingkungan, PT AMNT dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan berat dapat dipidana penjara 3 hingga 10 tahun serta denda hingga Rp10 miliar.
Tak hanya itu, dugaan manipulasi pajak oleh perusahaan juga menjadi sorotan tajam. Jika terbukti benar, praktik ini termasuk dalam tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sanksinya dapat berupa hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga empat kali jumlah pajak terutang.”sambung Fikriansyah.
AMPLIRA NTB juga mengkritisi ketidakterbukaan PT AMNT dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang semestinya menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar tambang. Padahal, sesuai Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, CSR adalah kewajiban hukum, bukan pilihan moral semata.
Dalam Orasinya, Fikriansya Korlap AMPLIRA NTB menyampaikan empat poin tuntutan:
1.Mendesak PT AMNT untuk bertanggung jawab secara hukum atas dugaan pencemaran lingkungan yang merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan ekologis di Kabupaten Sumbawa Barat.
2.Kepada kementerian ESDM segerah lakukan kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Direktorat Jenderal Pajak untuk menindak PT AMNT secara hukum, jika terbukti:
Melanggar Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH (Pencemaran Lingkungan).
Melakukan tindak pidana perpajakan berdasarkan UU No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 16 Tahun 22009.
3.Mendesak kementerian ESDM untuk mewajibkan perusahaan tambang, termasuk PT AMNT, melaporkan dana CSR secara terbuka kepada publik dan pemerintah daerah.
4. Mendesak Direktorat Jenderal Pajak untuk Segera melakukan audit pajak investigatif terhadap laporan perpajakan PT AMNT selama minimal 5 (lima) tahun terakhir karna di duga kuat PT AMNT melakukan praktik manipulasi pajak, kemudian kami meminta lakukam penelusuran potensi manipulasi data, rekayasa penghasilan, atau praktik penghindaran pajak lainnya yang merugikan keuangan negara.
AMPLR NTB menegaskan bahwa eksploitasi alam secara rakus dan tidak bertanggung jawab bukan hanya mencederai lingkungan, tetapi juga merampas masa depan generasi mendatang. Mereka menyerukan solidaritas dari seluruh elemen bangsa, mulai dari aktivis, akademisi, tokoh agama, media, hingga masyarakat adat untuk bersatu melawan model pembangunan yang eksploitatif dan menindas.
“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami menolak kehancuran yang dibungkus atas nama pembangunan,” tutupnya.
Editor : Helmi AR