JAKARTA – Senior Partner Kantor Hukum Akhyari Hendri & Partners, Hendri Yudi, S.H., M.H., yang juga merupakan alumni Program Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (PPNK) Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Angkatan ke-219, menyoroti penerapan hukum terhadap pengguna narkotika di Indonesia yang dinilai belum sejalan dengan semangat keadilan restoratif dan rehabilitatif sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagai Ketua Bidang Advokasi Kelompok Bhinneka Tunggal Ika (BTI), Hendri menilai bahwa pemidanaan pengguna narkoba yang merupakan korban penyalahgunaan tidak mencerminkan semangat keadilan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta Peraturan Bersama (SKB 7 Lembaga) tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi yang ditandatangani pada 11 Maret 2014.
“Vonis rehabilitasi seharusnya lebih diutamakan dibandingkan vonis penjara. Semangat yang ingin dibangun adalah memulihkan, bukan menghukum,” tegas Hendri Yudi saat memberikan keterangan di Jakarta, Minggu (2/11/2025).
Menurutnya, sistem pemidanaan yang masih cenderung represif terhadap pengguna narkoba justru memperburuk keadaan sosial dan psikologis mereka. Pemenjaraan, kata Hendri, bukan hanya menjauhkan mereka dari kehidupan sosial, tetapi juga mengukuhkan stigma sebagai “kriminal” yang sulit pulih dan kembali berfungsi normal di masyarakat.
“Penjara bukan tempat yang tepat bagi para pecandu. Di dalam sistem yang mengurung seperti itu, mental mereka justru semakin jatuh. Bahkan tak jarang mereka keluar dari penjara dalam kondisi yang lebih buruk,” ujarnya.
Hendri juga menyinggung pengalamannya dalam mendampingi Taqiyuddin Hilali, seorang pengguna narkoba yang dijerat hukum oleh Polres Metro Jakarta Selatan dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam putusan perkara Nomor 194/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Sel, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Daniel Ronald, S.H., M.Hum., menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap Taqiyuddin.
“Dalam perkara tersebut, kami melihat bahwa hakim dan jaksa seolah belum sepenuhnya mengadopsi semangat rehabilitatif. Padahal, dari sisi medis dan sosial, klien kami adalah pengguna, bukan pengedar. Seharusnya, ia ditempatkan di lembaga rehabilitasi, bukan penjara,” jelas Hendri.
Hendri juga menyoroti penangkapan publik figur Onadio Leonardo dan istrinya Beby Pricillia oleh Polres Metro Jakarta Barat, Kamis malam (30/10/2025) di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Polisi menyita satu lembar papir dan satu klip kecil berisi batang ganja. Dalam kasus itu, AKP Wisnu, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Barat, menjelaskan bahwa tiga orang ditangkap di dua lokasi berbeda sebagai bagian dari rangkaian penyelidikan.
Bagi Hendri, kasus tersebut menunjukkan kembali kecenderungan aparat menempatkan pengguna sebagai pelaku kriminal, bukan korban ketergantungan yang membutuhkan pemulihan.
“Kasus seperti Onadio ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk menerapkan pendekatan rehabilitatif. Jumlah barang bukti kecil dan tidak ada indikasi peredaran, artinya yang bersangkutan lebih tepat direhabilitasi, bukan dipenjara,” kata Hendri.
Lebih jauh, Hendri juga menyinggung kasus aktor Ammar Zoni, yang sempat dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, tempat biasanya para pelaku kejahatan berat ditahan. Ia menilai langkah tersebut terlalu terburu-buru dan tidak proporsional.
“Menyamakan pengguna seperti Ammar Zoni dengan pelaku terorisme atau bandar besar narkoba jelas tidak adil. Ia bukan ancaman publik, melainkan individu yang butuh pemulihan,” tegasnya.
Hendri menegaskan bahwa reformasi kebijakan hukum narkotika menjadi kebutuhan mendesak. Penegakan hukum, katanya, seharusnya memiliki roh kemanusiaan dengan menjadikan pengguna sebagai subjek yang perlu disembuhkan, bukan dihukum.
“Sudah saatnya negara menegakkan hukum dengan hati. Pendekatan rehabilitatif bukan hanya soal kemanusiaan, tapi juga soal efektivitas penanggulangan narkoba. Pecandu yang pulih bisa kembali berkontribusi bagi masyarakat,” pungkasnya.
Dengan pandangan yang tajam dan berbasis hukum positif, Hendri Yudi menegaskan pentingnya mengembalikan arah penegakan hukum narkotika pada cita keadilan restoratif, agar pengguna tidak lagi menjadi korban kedua dari sistem hukum yang semestinya melindungi mereka.
Reporter: Fahmy Nurdin
Editor: Fahmy Nurdin




































