De Jure Pertanyakan Komitmen Kejagung dalam Eksekusi Kasus Silfester Matutina

- Jurnalis

Senin, 13 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Kapuspenkum Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) Anang Supriatna. (Dok-Metro TV/Candra)

Foto: Kapuspenkum Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) Anang Supriatna. (Dok-Metro TV/Candra)

JAKARTA – Lembaga pemantau kebijakan hukum dan peradilan, Democratic Judicial Reform (De Jure), melontarkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang hingga kini belum mengeksekusi Silfester Matutina, terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza, menilai lambannya langkah Kejagung menjadi bukti lemahnya keseriusan institusi penegak hukum dalam menegakkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Kami menilai Kejaksaan tidak benar-benar serius melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kasus ini, terutama dengan alasan yang berubah-ubah serta saling lempar tanggung jawab antara Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Kejaksaan Agung,” ujar Reza dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (12/10/2025).

Menurut Reza, alasan Kejaksaan yang mengaku tidak mengetahui keberadaan Silfester patut dipertanyakan. Sebab, sosok yang telah divonis 1,5 tahun penjara itu masih kerap muncul di ruang publik dan media massa.

“Dalih bahwa Kejaksaan tidak bisa menemukan Silfester tidak masuk akal. Publik bisa melihat sendiri yang bersangkutan masih bebas dan aktif di berbagai kegiatan. Hal ini memunculkan dugaan adanya praktik tebang pilih dalam penegakan hukum,” tegasnya.

Lebih jauh, Bhatara menilai kasus ini bukan hanya persoalan teknis pelaksanaan eksekusi, tetapi juga menunjukkan persoalan struktural dalam sistem kerja Kejaksaan. Ia menyebut, meskipun Kejaksaan memiliki kewenangan luas melalui undang-undang, hal itu tidak serta-merta menjamin konsistensi dalam penegakan hukum.

“Kewenangan besar tanpa pengawasan efektif hanya akan melahirkan potensi penyalahgunaan wewenang. Apalagi, saat ini Kejaksaan justru mendorong perluasan kekuasaan melalui RUU KUHAP dan revisi UU Kejaksaan,” kata dia.

Menurutnya, absennya mekanisme check and balance yang kuat antara penggunaan kewenangan dan pengawasan eksternal menjadi akar lemahnya akuntabilitas Kejaksaan. Ia juga menilai rancangan perubahan perundang-undangan belum menampakkan arah untuk memperkuat fungsi pengawasan tersebut.

Atas kondisi itu, De Jure mendesak Kejaksaan segera mengeksekusi putusan kasasi terhadap Silfester Matutina tanpa menunda lagi. Reza juga meminta Komisi Kejaksaan Republik Indonesia agar tidak diam dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja jaksa dalam kasus ini.

“Kami mendesak Kejaksaan RI untuk secepatnya mengeksekusi terpidana Silfester Matutina, serta meminta Komisi Kejaksaan menjalankan tugasnya dalam mengawasi kinerja dan perilaku jaksa secara serius,” ujarnya.

Kasus ini berawal pada 2017, ketika Silfester Matutina dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik karena menyebut Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam memenangkan pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Pada 30 Juli 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara kepada Silfester. Putusan tersebut kemudian dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat vonis menjadi 1 tahun 6 bulan penjara.

Namun, hingga kini, putusan kasasi tersebut belum dieksekusi oleh Kejaksaan. Silfester bahkan sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), yang belakangan resmi ditolak oleh Ketua Majelis Hakim I Ketut Darpawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Keterlambatan eksekusi ini memunculkan persepsi negatif di masyarakat terkait konsistensi Kejaksaan dalam menjalankan putusan hukum. Pengamat menilai, jika Kejaksaan terus menunda, maka kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum bisa semakin tergerus.

“Jika kasus seperti ini dibiarkan, publik akan menilai hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tutup Reza.

Reporter: Fahmy Nurdin

Editor: Fahmy Nurdin

Berita Terkait

Sidang Korupsi LPEI, Kuasa Hukum: Newin Nugroho Tak Nikmati Dana Hanya Jalankan Perintah Komisaris
Sidang Korupsi LPEI: Ahli KPK Diperiksa, Kuasa Hukum Jimmy Masrin Pertanyakan Independensi dan Kewenangan Audit
Rudianto Lallo Desak Kejagung Proses Pidana Kajari Jakbar Terkait Kasus Fahrenheit
Dugaan Pelecehan Seksual di Rumah Dinas Bupati Dharmasraya, Forum Mahasiswa Desak Aparat Bertindak
Kuasa Hukum Jimmy Masrin, Waldus Situmorang Tegaskan Kliennya Sudah Bayar Lebih dari Nilai Utang
Sidang Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kuasa Hukum Sebut Kliennya Bekerja Sesuai Tupoksi, JPU Klaim Kerugian Negara Capai Rp285 Triliun
Puluhan Tahanan Bentuk Serikat di Rutan Polda Metro Jaya, Diduga Dipicu Kasus Penyiksaan
Kuasa Hukum Ali Sanjaya Desak Asas Kesetaraan Hukum Ditegakkan dalam Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula Era Tom Lembong

Berita Terkait

Senin, 13 Oktober 2025 - 19:18 WIB

Sidang Korupsi LPEI, Kuasa Hukum: Newin Nugroho Tak Nikmati Dana Hanya Jalankan Perintah Komisaris

Senin, 13 Oktober 2025 - 18:17 WIB

Sidang Korupsi LPEI: Ahli KPK Diperiksa, Kuasa Hukum Jimmy Masrin Pertanyakan Independensi dan Kewenangan Audit

Senin, 13 Oktober 2025 - 12:43 WIB

De Jure Pertanyakan Komitmen Kejagung dalam Eksekusi Kasus Silfester Matutina

Minggu, 12 Oktober 2025 - 15:05 WIB

Rudianto Lallo Desak Kejagung Proses Pidana Kajari Jakbar Terkait Kasus Fahrenheit

Jumat, 10 Oktober 2025 - 13:03 WIB

Dugaan Pelecehan Seksual di Rumah Dinas Bupati Dharmasraya, Forum Mahasiswa Desak Aparat Bertindak

Berita Terbaru